Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengatur ulang pelaksanaan kesepakatan harga transfer atau advance pricing agreement (APA). Aturan baru ini dinilai dapat menjadi solusi sengketa perpajakan internasional.
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer atau Advance Pricing Agreement (APA). Aturan ini mulai berlaku sejak tanggal 18 Maret 2020.
Latar belakang terbitnya PMK tersebut bahwa dalam aturan sebelumnya PMK nomor 7/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer, belum sepenuhnya memenuhi standar minimum dalam Base Erosion and Profir Shifting (BEPS) Action Plan 14 mengenai penyelesaian sengketa perpajakan internasional yang efektif.
Baca Juga: Ditjen Pajak: Prosedur permohonan kesepakatan harga transfer (APA) kini lebih mudah
Aturan lama juga dinilai belum dapat memberikan kepastian hukum terutama terkait penentuan harga transfer, prosedur, jangka waktu, dan tindak lanjut permohonan pelaksanaan kesepakatan harga transfer.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kemenkeu John Hutagaol mengatakan, tujuan dikeluarkannya PMK Nomor 22/PMK.03/2020 untuk memenuhi salah satu standar minimum dalam BEPS Action Plan 14 dengan mengatur ketentuan mengenai roll-back. Di PMK nomor 7/PMK.03/2015 belum memuat ketentuan mengenai roll-back, yaitu pemberlakuan APA untuk tahun pajak sebelum periode APA.
“Padahal, adanya ketentuan mengenai roll-back merupakan salah satu standar minimum dalam BEPS Action Plan 14, di mana Indonesia sebagai negara G-20 telah berkomitmen untuk melaksanakan prinsip-prinsip di dalam proyek BEPS tersebut,” kata John kepada Kontan.co.id, Sabtu (28/3).
Roll-back merupakan pengaturan pemberlakuan kesepakatan dalam APA untuk tahun-tahun pajak sebelum periode APA. Misalnya, periode APA adalah tahun 2021 sampai dengan 2025. Dengan pemberlakuan roll-back, kesepakatan APA diberlakukan untuk tahun pajak sebelum 2021 dengan persyaratan tertentu.
Roll-back diajukan wajib pajak dalam hal fakta dan kondisi transaksi afiliasi tidak berbeda secara material dengan fakta dan kondisi yang telah disepakati dalam APA. Belum daluwarsa penetapan APA. Belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Serta, tidak sedang dilakukan penyidikan tindak pidana atau sedang menjalani pidana di bidang perpajakan.
Baca Juga: Batas waktu diperpanjang, realisasi laporan SPT Tahunan turun 9,67%
John menambahkan, beleid tersebut dapatmeningkatkan kepastian hukum sistem perpajakan internasional dalam hal tiga hal.
Pertama, penentuan harga transfer. Sebelumnya, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) yang digunakan untuk menentukan harga transfer diatur berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak. Dus, untuk lebih memberikan kepastian hukum, PMK yang baru mengatur mengenai PKKU sehingga pengaturannya berdasarkan payung hukum yang lebih kuat.
Kedua, kepastian jangka waktu penyelesaian. PMK teranyar APA mengatur jelas jangka waktu setiap proses dalam permohonan, mulai dari penelitian permohonan APA oleh Ditjen Pajak, penyampaian dokumen pendukung oleh wajib pajak, pengujian material oleh Ditjen Pajak, mulainya perundingan, hingga penyelesaian permohonan APA.
Ketiga, setali tiga uang, lewat aturan ini tindak lanjut permohonan pelaksanaan APA jadi lebih jelas.
Baca Juga: Indonesia siapkan quantitative easing hadapi krisis akibat wabah virus corona
John menjelaskan, prosedur permohonan APA berdasarkan PMK baru yakni wajib pajak mengajukan permohonan APA dengan mengisi formulir permohonan. Kemudian, Ditjen Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan APA. Selanjutnya, dalam hal DJP menyampaikan pemberitahuan tertulis bahwa permohonan APA dapat ditindaklanjuti, wajib pajak menyampaikan kelengkapan permohonan APA.
Sementara, dalam PMK nomor 7/PMK.03/2015 cenderung berbelit. Wajib pajak mengajukan permohonan pembicaraan awal dan menyampaikan dokumen pendukung pembicaraan awal. DJP melakukan pembicaraan awal dengan wajib pajak.
Lalu, DJP menyampaikan undangan kepada wajib pajak untuk mengajukan permohonan APA. Kemudian, wajib pajak mengajukan permohonan APA dan menyampaikan dokumen pendukung permohonan APA.
Baca Juga: Siapa saja yang bisa dapat relaksasi kredit akibat corona? Ini penjelasannya
Sementara itu, Ditjen Pajak juga mengatur norma dan standar PKKU. Dalam pasal 1 ayat 18 prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau arm’s length principle/ALP. Cara ini diyakini sebagai prinsip yang berlaku di dalam praktik bisnis yang sehat yang dilakukan sebagaimana transaksi independen.
Pasal 8 ayat 2 menjelaskan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha diterapkan dengan membandingkan kondisi dan indikator harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan kondisi dan indikator harga transaksi independen yang sebanding.
Baca Juga: Sri Mulyani terbitkan PMK atur pemberian insentif pajak di tengah wabah corona
Lanjut,pasal 8 ayat 4 menyebut harga transfer disebut memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam hal nilai indikator harga transfer sama dengan nilai indikator harga transaksi Independen yang sebanding.
Dalam hal ini, harga transfer transaksi afiliasi di dalam APA ditentukan dengan menerapkan PKKU. Sebelumnya, pengaturan PKKU tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di mana hanya diatur oleh Per-Dirjen Pajak.
“Karena itu, untuk memberikan kepastian hukum dalam menentukan harga transfer, PMK APA yang baru perlu mengatur mengenai PKKU,” ujar John.
Saat pengajuan permohonan wajib pajak harus melengkapi beberapa syarat antara lain formulir permohonan APA. Surat pernyataan bahwa wajib pajak bersedia untuk melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan dalam proses APA. Surat pernyataan bahwa wajib pajak bersedia untuk melaksanakan kesepakatan APA.
Barulah mengajukan kelengkapan permohonan, Ini disampaikan saat DJP menyampaikan pemberitahuan tertulis bahwa permohonan APA diterima. Yang perlu dilampirkan adalahlaporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik untuk tiga tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak diajukannya permohonan APA.
Namun demikian, DJP dapat membatalkan kesepakatan APA berdasarkan evaluasi yakni WP menyampaikan informasi dan/atau bukti atau keterangan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Wajib Pajak tidak menyampaikan informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diketahui atau patut diketahui oleh dirinya, dan dapat mempengaruhi hasil kesepakatan dalam APA,?kepada DJP tanpa harus menunggu permintaan dari DJP.
Baca Juga: Ini Insentif Pajak dari Pemerintah Buat Menghadapi Dampak Corona
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News