kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini alasan Indonesia terjebak dalam middle income trap


Selasa, 18 Agustus 2020 / 13:43 WIB
Ini alasan Indonesia terjebak dalam middle income trap
ILUSTRASI. Indonesia masih masuk dalam negara middle income trap


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia baru saja memasuki usia ke-75 tahun, namun masih saja belum mampu keluar dari kelompok negara berpenghasilan rendah atau middle income trap. Terlebih, tahun ini pandemi virus corona (Covid-19) menjadi kendala bagi perekonomian Indonesia. 

Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan di kisaran 5% secara year on year (yoy). Bahkan di tahun ini, khususnya di kuartal II-2020 ekonomi dalam negeri kontraksi 5,32 % yoy. 

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Amir Hidayat menjabarkan, secara sederhana faktor pertumbuhan ada tiga yaitu kapital, tenaga kerja dan satu faktor penting yang sering disebut total factor productivity (TFP). 

Baca Juga: Ekonomi lesu, begini upaya kantor pajak gali penerimaan negara

TFP sering juga disebut dengan produktivitas yang dipengaruhi oleh bermacam faktor antara lain cara kerja, penggunaan teknologi, efisiensi institusi, dan kemudahan berusaha. Atau dengan kata lain, pertumbuhan di luar dari penambahan jumlah tenaga kerja dan penambahan stok kapital. 

Nah Indonesia, saat ini sedang berlimpah jumlah tenaga kerja mengingat deviden demografi membuat usia produktif sedang bertambah. Namun, kata Amir jumlah tenaga kerja tidak menjadi persoalan bahkan sedang tumbuh positif. 

Sementara itu, stok kapital memang perlu didorong makin tinggi salah satunya dengan menjaga iklim investasi yang kondusif, meningkatkan kemudahan berusaha ease of doing business (EoDB)  itu resep generik untuk menarik investasi. 

Kata Amir, TFP bisa ditingkatkan dengan perbaikan kualitas institusi agar lebih efisien melalui perizinan, penyederhanaan, dan lain-lain. Juga dengan adopsi teknologi, dengan pelatihan vokasi sehingga link-and-match dunia pendidikan dan dunia kerja yang baik. 

Makanya, untuk meningkatkan TFP, tahun ini pemerintah mengeluarkan program kartu pra-kerja. Selain itu, pembangunan infrastruktur konektivitas juga berkontribusi untuk menurunkan biaya logistik.  Pembangunan infrastruktur yang suportif bagi inovasi dan adopsi teknologi termasuk infrastruktur digital juga penting agar penggunaan teknologi yang dapat memacu produktivitas dapat terjadi di perekonomian Indonesia. 

“Jadi reformasi struktural yang sedang dilakukan oleh pemerintah adalah tujuannya untuk menarik investasi yang berguna bagi peningkatan stok kapital dan memperbaiki cara kerja sehingga produktivitas meningkat,” kata Amir kepada Kontan.co.id, Senin (17/8).

Baca Juga: Menyempit, defisit transaksi berjalan di kuartal II-2020 capai US$ 2,9 miliar

Secara angka, TFP Indonesia 2018 hasil estimasi di BKF hanya sebesar 0,8%. Jika angka ini mampu didorong menjadi 2%, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat dari zona sekitar 5% menjadi zona di atas 6%. 

“Dan ini sangat mungkin, secara historis juga pernah beberapa kali diraih. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi maka Indonesia akan dapat lulus menjadi negara maju dengan lebih cepat dan terhindar dari middle income trap,” ujar Amir.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijkan Fiskal dan Makro Ekonomi Masyita Crystallin menambahkan, pemerintah memiliki visi untuk menjadi Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045. Untuk mencapai cita- cita besar tersebut, pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan di atas potensial. 

“Meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas potensial dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas dan daya saing perekonomian, sehingga dengan jumlah tenaga kerja yang sama, kita dapat menghasilkan lebih,” kata Masyita kepada Kontan.co.id, Senin (17/8).

Baca Juga: Neraca pembayaran Indonesia kuartal II 2020 surplus US$ 9,2 miliar

Masyita melanjutkan, peningkatan daya saing dapat ditempuh melalui beberapa perbaikan struktural, salah satunya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 

“Pengeluaran di bidang pendidikan sebetulnya cukup memadai, yaitu 20% dari PDB. Dengan penyerapan yang optimal, kebijakan ini dapat meningkatkan sumber daya manusia sehingga produktivitas tenaga kerja Indonesia dapat bersaing dibandingkan dengan negara peers,” pungkas Masyita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×