kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ini 4 poin kesepakatan aturan baru ketenagakerjaan


Sabtu, 22 Agustus 2020 / 07:59 WIB
Ini 4 poin kesepakatan aturan baru ketenagakerjaan
ILUSTRASI. Seorang buruh membawa poster Tolak Omnibus Law saat mengikuti aksi unjuk rasa di Depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (30/1/2020). Aksi tersebut menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebab isinya dinilai akan merugikan kepentingan kaum b


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Perumus Klaster Ketenagakerjaan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja telah menyelesaikan tugasnya. Ada sejumlah kesepakatan yang dihasilkan tim bentukan DPR dan serikat pekerja itu, sebagai payung besar regulasi ketenagakerjaan yang baru.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menyatakan, DPR dan konfederasi serikat pekerja/buruh yang bergabung dalam Tim Perumus Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja, telah membahas poin-poin itu pada 20-21 Agustus.

Baca Juga: RUU Cipta Kerja dikebut, KSPI minta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan

Hasilnya, ada empat kesepahaman. Pertama, berkenaan dengan materi muatan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang sudah terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Antara lain tentang perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, jaminan sosial, dan material muatan lain yang terkait putusan MK, harus didasarkan pada putusan MK," ujar Willy, Jumat (21/8).

Sebelumnya, MK mengeluarkan sejumlah putusan atas berbagai pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebagian besar putusan MK adalah ketentuan-ketentuan yang berlaku hingga saat ini. Sehingga, putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat bagi berbagai pihak.

Baca Juga: Simak hasil kesepakatan DPR dan serikat pekerja mengenai RUU Cipta Kerja

Kedua, terkait sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja dikembalikan sesuai ketentuan di UU Ketenagakerjaan, dengan proses yang akan dipertimbangkan secara seksama.

Ketiga, mengenai hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri. Pengaturannya bisa dimasukkan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.

Keempat, fraksi-fraksi di DPR akan memasukan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja dan buruh ke dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) usulan fraksi-fraksi.

Tak ubah UU

Meskipun sudah ikut berunding dengan DPR untuk merumuskan poin-poin, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal masih menawar agar poin-poin dalam Klaster Ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.

Cara ini diyakini bisa mempercepat penyelesaian dan pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Sebaiknya, Klaster Ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja bila memungkinkan. Bila 10 klaster lain ingin cepat-cepat diselesaikan, ingin cepat-cepat disahkan," ujar Said dalam konferensi pers kemarin.

Said pun meminta DPR bisa menyampaikan pandangan tersebut kepada pemerintah. Dia juga berharap pemerintah bisa memahami permintaan serikat pekerja dan buruh.

Baca Juga: Klaster pendidikan RUU Cipta Kerja bisa memacu polemik

Menurut Said, serikat pekerja sepakat, jika ingin investasi segera masuk ke Indonesia, pemerintah harus mempermudah perizinan dan menghilangkan hambatan.

Namun demikian, Said berharap, upaya menarik investasi serta kehadiran UU Cipta Kerja tetap melindungi pekerja dan buruh di Tanah Air.

Hal tersebut juga sesuai dengan ketentuan dalam Klaster Ketenagakerjaan yang sudah disepakati oleh Tim Perumus. Perlindungan yang dimaksud terkait ketersediaan lapangan kerja, kepastian upah, dan jaminan sosial.

"Bila memungkinkan, memang kami harapkan Klaster Ketenagakerjaan ini dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, kemudian dibahas apakah bisa revisi UU yang terkait atau ada hal-hal lain yang bisa didiskusikan. Itu permintaan tertingginya," kata Said.

Baca Juga: DBS: Digitalisasi Jadi Tantangan Sekaligus Kesempatan Pasca Pandemi Bagi Perusahaa

Jika Klaster Ketenagakerjaan tidak dikeluarkan, KSPI meminta agar aturan-aturan yang sudah ada, seperti UU 13/2003 tetap dipakai dan tak diubah sama sekali. Untuk hal-hal baru yang tak termaktub dalam UU 13/2003, seperti pekerja industri startup, pekerja paruh waktu, pekerja di industri UMKM, dan pekerja di transportasi online, masih memungkinkan untuk didiskusikan lebih lanjut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×