kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RUU Cipta Kerja dikebut, KSPI minta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan


Jumat, 21 Agustus 2020 / 19:00 WIB
RUU Cipta Kerja dikebut, KSPI minta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan
ILUSTRASI. Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja bila RUU Cipta Kerja ingin segera disahkan.

"Sebaiknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja bila memungkinkan. Apabila mungkin sepuluh klaster lain ingin cepat-cepat diselesaikan, ingin cepat-cepat disahkan," ujar Said dalam konferensi pers, Jumat (21/8).

Dia pun meminta agar DPR bisa menyampaikan pandangan ini kepada pemerintah dan pemerintah bisa memahami permintaan serikat pekerja/buruh.

Dia melanjutkan, serikat buruh pun sepakat bila investasi segera masuk ke Indonesia, izin berinvestasi dipermudah dan hambatan-hambatan investasi dihilangkan khususnya dengan adanya pandemi Covid-19. Namun, dia berharap bila RUU Cipta kerja ini disahkan, pekerja/buruh di seluruh tanah air tetap terlindungi khususnya dalam klaster ketenagakerjaan.

"Bila mungkin memang kami harapkan klaster ketenagakerjaan itu dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, kemudian dibahas apakah bisa revisi undang-undang yang terkait atau ada hal-hal lain yang bisa didiskusikan. Itu call tertingginya," ujar Said.

Baca Juga: Simak hasil kesepakatan DPR dan serikat pekerja mengenai RUU Cipta Kerja

Bila klaster ketenagakerjaan tidak dikeluarkan, KSPI juga meminta agar aturan-aturan yang sudah ada, seperti UU Nomor 13 Tahun 2003 tetap dipakai dan tidak diubah sama sekali, termasuk keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, keputusan MK bersifat final dan mengikat sehingga harus dihormati seluruh pihak.

Namun,  bagi hal-hal baru yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, seperti pekerja di industri startup, pekerja paruh waktu, pekerja di industri UMKM, juga pekerja di transportasi online, maka masih memungkinkan untuk didiskusikan dan diatur dalam RUU Cipta Kerja.

Said juga berharap agar pengesahan RUU Cipta Kerja ini tidak didasarkan atas waktu tapi fokus pada hasil.

Pada 20-21 Agustus 2020,  DPR dan Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh dalam  Tim Perumusan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja telah menghasilkan empat kesepahaman.

Kesepahaman tersebut, pertama, materi muatan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang sudah terdapat putusan Mahkamah Konstitusi, tentang perjanjian kerja waktu tertentu, upah, pesangon, hubungan kerja ,PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial, jaminan sosial dan materi muatan lain yang terkait dengan putusan MK  harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat.

Kedua, terkait  sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja dikembalikan sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dengan proses yang dipertimbangkan secara seksama.

Ketiga, terkait hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri maka pengaturannya dapat dimasukan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.

Keempat, fraksi-fraksi akan memasukan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh ke dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Baca Juga: Ini pasal RUU Cipta Kerja yang dinilai memiliki konsekuensi terhadap pekerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×