kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inflow dana asing ke Indonesia masih deras, terutama ke obligasi


Senin, 30 September 2019 / 07:10 WIB
Inflow dana asing ke Indonesia masih deras, terutama ke obligasi
ILUSTRASI. Uang dollar AS


Reporter: Bidara Pink | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arus dana asing yang masuk atau inflow ke Indonesia masih terbilang tinggi. Salah satu indikasinya adalah kenaikan net kewajiban dalam posisi investasi internasional (PII) Indonesia pada kuartal II-2019, terutama pada obligasi.

"Saat ini obligasi masih diminati karena tren suku bunga turun di Indonesia. Turunnya suku bunga menjadi indikasi bahwa harga masih akan naik, jadi orang-orang banyak membeli untuk mendapatkan capital gain," ujar Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih pada Kontan.co.id, Minggu (29/9).

Baca Juga: BI: Terdorong inflow modal asing, kurs rupiah kuat sepanjang September

Lana menambahkan, ini juga terjadi karena spread antara suku bunga acuan Indonesia dengan suku bunga bank sentral Amerika (The Fed) masih terjaga.

Oleh karena itu, untuk menjaga PII, Bank Indonesia (BI) bisa dengan melakukan kembali pelonggaran suku bunga acuan. Namun, hal ini juga harus melihat langkah yang akan diambil oleh The Fed.

"Pokoknya harus menjaga spread. Kalau The Fed menurunkan suku bunga acuan, kita harus turun. Kalau misal The Fed tidak menurunkan, kita harus menurunkan suku bunga acuan sehingga PII masuk," tambah Lana.

Selain itu, untuk menambah PII dalam ranah portofolio, dalam jangka pendek, Indonesia harus mempertimbangkan dengan kondisi perekonomian dunia. Bila perekonomian dunia masih bergejolak, akan ada kemungkinan outflow.

Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi Indonesia andalkan mesin domestik

Untuk mengantisipasi hal itu, Indonesia bisa lebih mempertimbangkan karakteristik investor. Lana mengimbau agar Indonesia lebih memperbanyak investor dari bank-bank sentral negara lain karena kebanyakan kemungkinan volatilitas lebih rendah.

"Sementara itu yang bisa kita lakukan. Utamakan karakteristik investor yang lebih long term," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×