CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Pertumbuhan ekonomi Indonesia andalkan mesin domestik


Minggu, 29 September 2019 / 12:47 WIB
Pertumbuhan ekonomi Indonesia andalkan mesin domestik
ILUSTRASI. Lapangan Kerja


Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - DENPASAR. Tekanan perlambatan ekonomi global turut menyeret pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hingga akhir tahun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan sulit menyentuh outlook pemerintah yakni 5,2%. 

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir 2019 sebesar 5,06%. Perlambatan ekonomi domestik sejalan dengan ekonomi dunia yang lesu, volume perdagangan yang menurun, dan harga komoditas yang rendah. 

Baca Juga: Kebijakan moneter global melonggar, modal asing diramal mengalir deras di 2020

Perang dagang yang masih bergulir sampai saat ini menjadi sentimen negatif utama yang memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Andry menjelaskan ada dua kanal (channel) pengaruh perang dagang terhadap ekonomi domestik. 

“Pertama, dampak langsung (direct channel) di mana perang dagang menurunkan permintaan barang dari AS dan China sehingga total ekspor Indonesia melemah,” tutur dia, Jumat (27/9). 

Tahun lalu, Andry mencatat, ekspor ke AS dan China masing-masing sebesar 10,2% dan 15,1% atau seperempat dari total ekspor Indonesia. 

Selain itu, setiap penurunan 1% PDB China akan ikut menyeret turun pertumbuhan Indonesia sebesar 0,09%. Begitu juga dengan penurunan 1% PDB AS akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,07%. 

Kedua, dampak tidak langsung yang memengaruhi perekonomian Indonesia ialah harga komoditas ekspor utama seperti CPO yang tertekan. Belum lagi, dampak dari kelebihan suplai produk China yang relatif murah pada pasar global, berpotensi meningkatkan risiko kenaikan impor oleh Indonesia. 

“Prediksi kami, komoditas utama seperti sawit dan batubara masih akan flat ekspektasi harganya sampai 2020,” kata Andry. 

Baca Juga: BI: Terdorong inflow modal asing, kurs rupiah kuat sepanjang September

Di sisi lain, mesin pendorong ekonomi yaitu pertumbuhan investasi juga belum bisa diandalkan. Kuartal II-2019, pertumbuhan pengeluaran investasi justru menurun jadi 5,01%, dari 5,03% di kuartal sebelumnya. 

Oleh karena itu, Andry menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini mengandalkan mesin domestik yaitu konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Sepanjang tahun ini, tren pertumbuhan  konsumsi meningkat dan mencapai 5,17% pada kuartal kedua lalu. 

“Jadi tantangannya bagaimana menjaga konsumsi rumah tangga ini tetap di atas level pertumbuhan di 2017 dan 2018. Dengan menjaga konsumsi, biasanya Indonesia akan tetap resilien di tengah cycle ekonomi global yang ke bawah karena porsi konsumsi mencapai 56% PDB,” terang dia. 


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×