Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Departemen Riset Makroekonomi & Pasar Keuangan Permata Bank Institute for Economic Research (PIER) Faisal Rachman memproyeksikan inflasi akan berada di kisaran 2,0%–2,5% pada akhir 2025, naik dari 1,57% pada akhir 2025.
“Ke depannya, kami memperkirakan inflasi akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) sebesar 1,5%–3,5% hingga akhir 2025, sehingga memberikan ruang bagi BI untuk mempertahankan pelonggaran moneter dan sikap pro-pertumbuhan,” ujar Faisal kepada Kontan, Senin (3/11/2025).
Ia memperkirakan BI masih akan menurunkan suku bunga kebijakan (BI-Rate) sebanyak satu kali lagi sebesar 25 basis poin (bps) sebelum akhir tahun.
Baca Juga: Inflasi Bulanan Oktober 2025 Jadi yang Tertinggi dalam 5 Tahun, Simak Pemicunya
Faisal menjelaskan, tekanan inflasi yang berasal dari perang dagang global dan ketegangan geopolitik telah mereda. Meskipun peluang penurunan suku bunga lanjutan oleh The Fed di sisa 2025 mulai menurun, pasar masih mengantisipasi pelonggaran tambahan pada 2026.
Kondisi ini dapat membantu meredakan kekhawatiran terhadap depresiasi rupiah dalam jangka menengah hingga panjang, sehingga membatasi risiko inflasi impor.
Lebih jauh, ia menilai risiko utama justru berasal dari dalam negeri, seiring kebijakan fiskal dan moneter yang kini cenderung ekspansif dan meningkatkan jumlah uang beredar di sistem keuangan. Dampak inflasi dari ekspansi likuiditas ini diperkirakan sekitar 0,3–0,5 poin persentase (ppt).
Namun menurut Faisal, tekanan dari sisi permintaan masih terkendali karena perekonomian Indonesia masih berada di bawah output gap negatif, sementara harga emas diperkirakan akan berangsur normal di tengah membaiknya sentimen risiko.
“Kami tidak memperkirakan inflasi akan melebihi level 3%,” ujarnya.
Baca Juga: BPS: Ini Faktor Utama Pendorong Inflasi Oktober 2025
Selain itu, kebijakan pemerintah memberikan diskon transportasi selama libur akhir tahun juga dinilai dapat membantu menahan laju inflasi pada kuartal IV 2025, saat mobilitas masyarakat biasanya meningkat. Normalisasi harga emas di periode yang sama juga diperkirakan turut menekan inflasi.
Faisal menambahkan, risiko kenaikan inflasi bisa muncul jika ketidakpastian global meningkat, yang memicu depresiasi rupiah lebih tajam dari perkiraan atau kenaikan harga emas yang lebih tinggi. Risiko juga dapat timbul jika peningkatan pasokan uang tidak diikuti pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Sebaliknya, inflasi bisa mereda lebih lanjut apabila pasokan pangan membaik signifikan dan rencana pemerintah menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk hingga 20% berjalan efektif. Hal ini berpotensi mendorong deflasi pada komponen pangan bergejolak, apalagi jika pemerintah menambah diskon utilitas.
“Tantangan utama harga pangan saat ini adalah seberapa cepat pemerintah dapat memperkuat ketahanan pangan di tengah meningkatnya permintaan dari program makan bergizi gratis (MBG) yang sedang berlangsung,” tandasnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,28% (month to month/mtm) pada Oktober 2025, naik dari 0,21% pada September 2025. Secara tahunan, inflasi tercatat 2,86% (year on year/YoY), sementara secara tahun kalender mencapai 2,10% (year to date/YtD).
Selanjutnya: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.676 Per Dolar AS Pada Hari Ini (3/11), Asia Koreksi
Menarik Dibaca: 5 Zodiak Istri Idaman, Sosoknya Penuh Cinta dan Sangat Setia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


 
 
 
 










