Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Imaduddin Abdullah menilai besarnya porsi asing dalam Surat Berharga Negara (SBN), sangat rentan bagi perekonomian domestik.
Jika dilihat dari struktur kepemilikan SBN domestik yang diperdagangkan (tradable), tren kepemilikan asing terhadap surat utang pemerintah cenderung meningkat dari 30,5 persen pada 2011 menjadi 39,2 persen pada September 2016.
Di satu sisi, menurut Imaduddin, besarnya porsi asing tersebut mengindikasikan kepercayaan investor asing terhadap kondisi fundamental perekonomian domestik.
"Namun, besarnya kepemilikan asing tersebut sangat rentan terhadap risiko terjadinya pembalikan dana secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar (sudden reversal) yang dapat berdampak sistemik dan semakin menekan kestabilan perekonomian," ujar Imaduddin, Kamis (29/12).
Imaduddin menuturkan, pada 2016, permasalahan kredibilitas fiskal kembali menjadi permasalahan utama pada sisi fiskal, terutama dari sisi target penerimaan. Pemerintah tidak belajar dari tahun sebelumnya sehingga merevisi ke bawah target penerimaan pada APBN-P menjadi Rp1.786,2 triliun atau 16,3 persen dari realisasi 2016.
Salah satu implikasi dari tidak cermatnya kalkulasi penerimaan tersebut yakni ancaman defisit utang yang membuat pemerintah "berlomba" menerbitkan surat utang, yang justru memicu perang suku bunga dengan perbankan.
Untuk membiayai defisit APBN, pemerintah seolah "ketagihan" dengan terus mengeluarkan SBN sehingga dalam dua tahun terakhir nilainya terus melonjak. Utang pemerintah pada 2016 mencapai Rp2.707,81 triliun, meningkat dibandingkan dua tahun sebelumnya Rp1.931,22 triliun.
"SBN cenderung lebih fleksibel dibandingkan dengan pinjaman, namun hal ini menimbulkan 'moral hazard' (jebakan moral) dan juga memberikan implikasi negatif seperti perang suku bunga dan ketergantungan SBN yang tinggi," ujar Imaduddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News