kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Indef: Aturan cukai hasil tembakau tidak optimal dongkrak penerimaan negara


Rabu, 28 Agustus 2019 / 15:40 WIB
Indef: Aturan cukai hasil tembakau tidak optimal dongkrak penerimaan negara
ILUSTRASI. Indef menilai, aturan cukai hasil tembakau tidak optimal dongkrak penerimaan negara karena banyak celah.


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Khomarul Hidayat

Ketiga, keberadaan 'diskon rokok' yang menyalahi konsep cukai sebagai instrumen pengendalian dan berpotensi membuka peluang persaingan yang tidak berkeadilan. Tauhid mengatakan diskon rokok terjadi salah satunya akibat level playing field yang tidak setara.

Ketentuan diskon rokok diatur melalui Peraturan Dirjen Bea Cukai Nomor 37/2017. Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85% dari harga jual eceran (HJE) yang tercantum dalam pita cukai. Produsen dapat menjual di bawah 85% dari HJE, asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei kantor Bea Cukai.

Baca Juga: Asing Jual Saham Rokok, Kapitalisasi Pasar HMSP dan GGRM Anjlok premium

Selain bertentangan dengan tujuan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia, keberadaan diskon rokok juga turut membuat penerimaan negara tidak optimal.

Dari 1.327 merek rokok yang diteliti pada April 2019, sebanyak 46,8% diskon terjadi pada sigaret kretek mesin yang membayar tarif cukai golongan yang rendah. “Diskon banyak dilakukan oleh pelaku dengan tingkat persaingan besar,” ujar Tauhid.

Adanya potensi optimalisasi penerimaan negara dari pajak penghasilan rokok hingga Rp 1,73 triliun jika kebijakan ini dikaji ulang pada tahun ini. Rinciannya, pajak penghasilan dari rokok yang dijual 85% di bawah HJE sebesar Rp 467 miliar dan pajak penghasilan dari kebijakan HTP antara 85%-100% terhadap HJE sebesar Rp 1,26 triliun.

Baca Juga: Asosiasi mainan bersama direktorat bea dan cukai adakan sosialisasi perubahan PMK

Berdasarkan temuan diatas, Tauhid menjelaskan, Indef mengajukan tiga rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, melakukan langkah korektif dengan mengkaji kembali struktur tarif cukai.

Kedua, menempatkan instrumen “tegas” pada produsen rokok yang memanfaatkan batasan produksi dengan cara penciptaan merek baru dan afiliasi produksi. Dan ketiga, menerapkan kebijakan HTP sama dengan HJE atau mempersempit wilayah survei dari saat ini sebanyak 40 kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×