Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Program pemutihan pajak yang digulirkan sejumlah pemerintah daerah selama semester I-2025 dinilai turut memberi tekanan pada realisasi penerimaan pajak daerah secara nasional, yang turun 8,06% year on year menjadi Rp 107,7 triliun,
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kementerian Keuangan, Lydia Kurniawati Chrityana menyebut, pemutihan ini sering kali diberikan berupa keringanan, penghapusan bunga, dan denda. Meski tidak secara eksplisit disebut dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), dampaknya terhadap pendapatan tetap signifikan.
Pasalnya dalam implementasi perubahan UU HKPD (Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) pemerintah daerah kini memperoleh hak langsung atas opsen (pungutan tambahan) dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta penambahan jenis pajak seperti Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pun dinaikkan dari maksimal 0,3% menjadi 0,5%.
Baca Juga: Penerimaan Pajak Daerah Turun, Kemenkeu: Pemda Belum Siap Jalankan UU HKPD
Alhasil, kebijakan istilah pemutihan pajak ini juga menjadi wewenang dari masing-masing pemerintah daerah yang diterapkan pada masyarakatnya yang dalam hal ini wajib pajak.
“Pemutihan walaupun di undang-undang tidak ada kata itu, tetapi pemberian keringanan, penghapusan bunga dan denda, itu bahasa di undang-undang. Dan tentu itu juga berpengaruh terhadap berbagai dampak dari penurunan pajak” ujar Lydia kepada Kontan, dalam diskusi publik yang digelar UPN Jakarta secara daring, Kamis (10/7).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan pajak daerah sepanjang semester I-2025 tercatat sebesar Rp 107,7 triliun. Angka tersebut terkontraksi 8,06% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada 2024 yang mencapai Rp 117,16 triliun.
Baca Juga: Setoran Pajak Daerah Awal Tahun 2025 Turun 32%
Lebih jauh Lydia menegaskan bahwa penurunan tersebut tidak hanya disebabkan oleh kebijakan pemutihan, melainkan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, termasuk dinamika ekonomi global dan regional, serta perubahan struktural akibat penerapan UU HKPD sejak Januari 2024.
Namun, ia menyoroti bahwa beberapa daerah menjalankan kebijakan pemutihan tanpa disertai evaluasi yang memadai terhadap dampaknya terhadap penerimaan daerah.
Selanjutnya: 7 Tanda Kamu Akan Menjadi Orang yang Sukses dan Kaya, Apa Saja?
Menarik Dibaca: 12 Cara Alami Mengatasi Asam Lambung Naik ke Kepala yang Bisa Picu Pusing
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News