kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.912.000   -20.000   -1,04%
  • USD/IDR 16.483   163,00   0,98%
  • IDX 6.789   22,70   0,34%
  • KOMPAS100 980   1,85   0,19%
  • LQ45 761   -0,97   -0,13%
  • ISSI 216   0,90   0,42%
  • IDX30 395   -0,04   -0,01%
  • IDXHIDIV20 473   1,15   0,24%
  • IDX80 111   -0,12   -0,11%
  • IDXV30 115   -0,74   -0,64%
  • IDXQ30 130   0,24   0,19%

Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Tolak Rangkap Jabatan Dirjen Pajak di BTN


Kamis, 27 Maret 2025 / 14:53 WIB
Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Tolak Rangkap Jabatan Dirjen Pajak di BTN
Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menolak rangkap jabatan yang dilakukan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo yang jadi Komisaris Utama BTN.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA  Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menolak rangkap jabatan yang dilakukan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, yang kini juga menjabat sebagai Komisaris Utama di PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN).

Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan menilai tindakan ini sebagai bentuk penghinaan terhadap keadilan pajak dan pelanggaran prinsip pemerintahan yang baik.

Menurutnya, rangkap jabatan tersebut menimbulkan konflik kepentingan yang nyata, mengingat BTN adalah salah satu objek pengawasan pajak yang berada di bawah otoritas Dirjen Pajak. 

Baca Juga: IWPI Laporkan Dugaan Korupsi Aplikasi Sistem Pajak Coretax Lebih dari Rp 1,3 Triliun

"Kami dari IWPI menyatakan keprihatinan dan penolakan keras terhadap praktik rangkap jabatan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak saat ini," ujar Rinto dalam keterangan resminya, Kamis (27/3).

Ia menjelaskan, Dirjen Pajak merupakan panglima dalam pengawasan, pemeriksaan, dan penindakan terhadap wajib pajak.  Ia digaji dari APBN, dibiayai oleh rakyat, dan diberi mandat untuk bersikap adil dan netral terhadap seluruh wajib pajak, baik rakyat kecil, pelaku UMKM, perusahaan swasta, maupun BUMN seperti BTN.

"Namun bagaimana mungkin seorang Dirjen dapat bersikap objektif terhadap BTN, jika pada saat yang sama ia menerima gaji dan fasilitas sebagai Komisaris Utama BTN? Ini adalah konflik kepentingan struktural, dan merupakan bentuk potensi penyalahgunaan kekuasaan yang terang benderang," katanya.

Baca Juga: Terbebani Masalah Coretax, IWPI Ajukan Audiensi ke DPR

Rinto menegaskan bahwa praktik rangkap jabatan ini bertentangan dengan sejumlah peraturan hukum, antara lain sebagai berikut:

Pertama, UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang secara eksplisit melarang ASN merangkap jabatan sebagai komisaris perusahaan.

Kedua, UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang menuntut ASN untuk bebas dari konflik kepentingan.

Ketiga, UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang mengatur larangan penggunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.

Keempat, UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menegaskan bahwa komisaris harus bertindak independen.

Kelima, Putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019, yang menegaskan larangan rangkap jabatan bagi pejabat negara.

Kelima, UUD 1945 Pasal 28D Ayat (1), yang menjamin kepastian hukum dan perlakuan yang sama bagi seluruh warga negara.

Baca Juga: IWPI Temukan 3 Masalah Baru Jika Dua Sistem Pajak Jalan Bersamaan

"Rangkap jabatan ini mencederai keadilan, karena wajib pajak lain tidak memiliki kemewahan yang sama untuk mengatur kebijakan perpajakannya sendiri dari dalam," katanya.

IWPI juga menyoroti dampak negatif dari rangkap jabatan ini bagi jutaan wajib pajak. Ia menambahkan bahwa ketidakadilan ini semakin nyata bagi wajib pajak yang selama ini diperiksa ketat, dikenakan denda, bahkan dipidana karena keterlambatan atau kesalahan administrasi.

"Sementara seorang pejabat yang seharusnya menjadi simbol ketegasan dan integritas fiskal, justru berada dalam jebakan konflik kepentingan dengan objek yang seharusnya diawasi," tambahnya.

Sebagai respons terhadap situasi ini, IWPI mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera mengambil langkah tegas, di antaranya:

Pertama, mencopot jabatan Komisaris Utama BTN dari Dirjen Pajak guna menjaga integritas sistem perpajakan nasional.

Kedua, melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh praktik rangkap jabatan di kementerian dan BUMN.

Baca Juga: Pesan Sri Mulyani untuk Para Investor: Jangan Lupa Bayar Pajak

Ketiga, merevisi peraturan yang bertentangan dengan hukum, khususnya yang memungkinkan rangkap jabatan bagi pejabat negara.

IWPI menegaskan bahwa rangkap jabatan di kalangan pejabat negara adalah indikasi sistemik dari lemahnya pemisahan antara pengawas dan yang diawasi. 

"Bila ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap institusi pajak akan runtuh, dan kewajiban membayar pajak tak lagi dipandang sebagai kontribusi mulia, melainkan pemaksaan sepihak dari negara yang tak adil," pungkas Rinto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×