kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.684.000   -8.000   -0,47%
  • USD/IDR 16.402   2,00   0,01%
  • IDX 6.646   113,79   1,74%
  • KOMPAS100 990   21,69   2,24%
  • LQ45 776   14,22   1,87%
  • ISSI 203   3,92   1,97%
  • IDX30 401   6,72   1,70%
  • IDXHIDIV20 483   8,87   1,87%
  • IDX80 112   2,06   1,87%
  • IDXV30 117   1,19   1,03%
  • IDXQ30 133   2,24   1,72%

IWPI Temukan 3 Masalah Baru Jika Dua Sistem Pajak Jalan Bersamaan


Rabu, 12 Februari 2025 / 17:27 WIB
IWPI Temukan 3 Masalah Baru Jika Dua Sistem Pajak Jalan Bersamaan
ILUSTRASI. Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan, Core Tax Administration System (Coretax). Tanpa regulasi yang jelas, timbul sejumlah masalah dalam pelaporan pajak menggunakan coretax dan sistem lama secara bersamaan.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) mengungkapkan kekhawatirannya terkait potensi munculnya tiga masalah utama apabila sistem pajak baru, Coretax , dan sistem pajak lama dijalankan secara bersamaan tanpa regulasi yang jelas.

Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan, mengatakan, pengunaan dua sistem pajak yang berjalan bersamaan berpotensi menimbulkan kebingungan dan beban tambahan bagi wajib pajak. Ia pun menguraikan tiga masalah yang diidentifikasi oleh IWPI. 

Pertama, kebingungan dalam penggunaan. Rinto menyoroti potensi kebingungan wajib pajak dalam memilih sistem yang sesuai untuk pelaporan pajak tertentu.

Baca Juga: Dua Minggu Lagi! Bersiap Menyambut Wajah Baru Sistem Pajak Indonesia di 2025

Tanpa panduan dan regulasi yang jelas, wajib pajak akan kesulitan menyesuaikan penggunaan aplikasi, terutama dalam e-faktur lama yang memerlukan perhitungan dasar pengenaan pajak (DPP) Nilai Lain.

"Tanpa regulasi dan panduan yang jelas, wajib pajak mungkin bingung mengenai prosedur yang harus diikuti, termasuk pemilihan sistem yang tepat untuk jenis pelaporan tertentu," ujar Rinto kepada Kontan.co.id, Rabu (12/2).

Kedua, perbedaan data dan sinkronisasi. Menurutnya, penggunaan dua sistem pajak ini dapat menyebabkan inkonsistensi data jika tidak ada mekanisme sinkronisasi yang efektif, yang berpotensi menimbulkan masalah dalam audit atau pemeriksaan pajak di masa depan.

"Kalau lawan transaksi pakai e-faktur, kemudian kita pakai Coretax, maka datanya masih perlu disinkronkan karena perbedaan nomor faktur. Begitu juga sebaliknya jika faktur pajak dibuat di Coretax, bagaimana munculnya di e-faktur," katanya.

Baca Juga: Dua Minggu Lagi! Bersiap Menyambut Wajah Baru Sistem Pajak Indonesia di 2025

Ketiga, beban administratif tambahan. Penggunaan dua sistem bersamaan diyakini akan menambah beban administratif bagi wajib pajak. Wajib pajak perlu mengalokasikan waktu dan sumber daya lebih untuk memahami dan mengoperasikan kedua sistem, yang dapat meningkatkan kompleksitas administrasi.  

Oleh karena itu, tanpa regulasi dan pemanduan yang jelas, maka penggunaan dua sistem perpajakan ini secara bersamaan berpotensi menimbulkan tantangan bagi wajib pajak. "Penting bagi DJP untuk segera mengeluarkan pedoman resmi yang komprehensif," katanya.

Menurutnya, pedoman ini harus mencakup prosedural operasional, mekanisme sinkronisasi data, dan hak serta kewajiban pajak dalam menggunakan kedua sistem pajak tersebut.

Sebagai solusi, IWPI mengusulkan pendekatan berbasis klaster. Misalnya, sebanyak 790 wajib pajak besar menggunakan sepenuhnya sistem baru Coretax, sedangkan wajib pajak lainnya tetap menggunakan sistem lama.

Baca Juga: Coretax dan Sistem Pajak Lama Jalan Berbarengan, IKPI Ungkap Masalah Baru

"Dengan melakukan langkah ini akan sangat mudah menilai keberhasilan aplikasi baru yaitu Coretax," pungkasnya.

Selanjutnya: The Fed Hati-hati Pangkas Suku Bunga, Mata Uang Utama Berpotensi Tertekan

Menarik Dibaca: Cek Harga Emas ANTAM dan Beli Lewat Aplikasi Ini! Dijamin Aman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×