kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Ikatan Dokter Indonesia minta BPJS Kesehatan tidak campuri ranah profesi dokter


Minggu, 29 Juli 2018 / 17:11 WIB
Ikatan Dokter Indonesia minta BPJS Kesehatan tidak campuri ranah profesi dokter
ILUSTRASI. Direksi BPJS Kesehatan layani peserta untuk merayakan HUT ke-50


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah finansial yang terjadi pada Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berdampak pada pembatasan pelayanan rehabilitasi medik 2 kali seminggu (8 kali sebulan).

Hal tersebut dinilai oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan tindakan ikut campur BPJS Kesehatan ke ranah profesi yang seharusnya tidak perlu dilakukan.

Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Prof. Dr Ilham Oetama Marsis, SpOG aturan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan itu sudah mencampuri ranah profesi dokter. Oleh karena itu dalam sebuah pembicaraan dengan Mentri Kesehatan, Nila F. Moeloek, IDI berharap agar aturan tersebut bisa di luruskan.

 “Aturan yang dikeluarkan itu sudah masuk ke ranah tindakan medis, kalau bicara tentang tindakan  medis itu sudah masuk ranah profesi dan kewenangan dokter,” kata Ilham saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (28/7).

“Jadi jangan ngurus-ngurus yang terkait dengan tindakan medis. Karena itu adalah ranah dan wewenang dari organisi profesi atau IDI,” tambahnya.

IFI (Ikatan Fisioterapi Indonesia) sebelumnya juga sempat meprotes tindakan BPJS tersebut. Hal ini karena dinilai menyalahi aturan dan sebuah bentuk pelanggaran hukum.

Hal pertama yang menjadi masalah adalah bahwa aturan ini bertentangan dengan Undang-Undang no 36 tahun 2009, UU nomor 36 tahun 2014 dan UU nomor 44 tahun 2009 mengenai standar profesi fisioterapis.

Ilham selanjutnya menjelaskan bahwa aturan dari BPJS tersebut akan menghasilkan dampak finansial bagi rumah sakit apabila tidak menjalaninya. Tak hanya rumah sakit, pasien peserta BPJS turut menjadi korban dari aturan tersebut.

“Nah begini, kalau itu dilaksanakan, pada Rumah Sakit akan mengakibatkan kerugian finansial bagi Rumah Sakit, karena komplainnya tidak di bayarkan oleh BPJS. Kita menyatakan bahwa ini jangan dilaksanakan terlebih dahulu, namun dibeberapa Rumah Sakit sudah tidak melayani pengguna JKN, ini tentu akan merugikan masyarakat,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×