kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

IDI : Kebijakan pembatasan layanan rehabilitasi medik merugikan konsumen


Minggu, 29 Juli 2018 / 15:07 WIB
IDI : Kebijakan pembatasan layanan rehabilitasi medik merugikan konsumen
ILUSTRASI. Keterangan pers Ikatan Dokter Indonesia


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) yang membatasi pelayanan rehabilitasi medik dua kali seminggu (delapan kali sebulan) ditanggapi serius oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Ilham Oetama Marsis, IDI melakukan pertemuan dengan Dewan Jaminan Nasional (DSJN), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani serta Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek untuk melakukan diskusi terkait aturan dari BPJS yang dinilai merugikan konsumen dan berpotensi melanggar Undang-Undang profesi dokter.

“Kami sudah menyatakan sikap. Kemudian itu dibicarakan pada hari Rabu, dibicarakan dalam satu forum pertemuan di Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). DJSN itu menurut perundang-undangan juga memiliki peran sebagai penentu kebijakan. Itu sudah disepakati bahwa dari segi aspek hukum apa yang dikeluarkan oleh direktur pelayanan BPJS itu secara aspek legal itu tidak sah,” kata Ilham saat dihubungi Kontn.co.id, Sabtu (28/7).

Dalam rangkaian pertemuan itu dirumuskan bahwa Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan, BPJS Kesehatan nomor 05 tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik dinilai merupakan kebijakan internal. Selanjutnya kebijakan ini akan diupayakan untuk dihentikan lantaran dinilai menyalahi aturan hukum dan berdampak pada pelayanan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

“Kemudian pada pertemuan hari Kamis itu dilakukan petemuan di kemenko PMK. Itu juga memperkuat keputusan hari Rabu lalu. Selanjutnya di hari Jumat pertemuan melibatkan Menteri Kesehatan sebagai regulator dan kemudian dinyatakan bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan internal, sehingga dihentikan,” ujar Ilham.

Menurut Ilham, penghentian kebijakan ini lantaran dari aspek hukum juga tidak memenuhi satu persyaratan hukum, apalagi hal ini memiliki dampak terhadap sisi pelayanan JKN.

Ilham mengatakan bahwa Instruksi Presiden terkait dengan optimalisasi pelayanan JKN ini seharusnya dilakukan pada akhir tahun 2017 atau awal tahun 2018. Namun hingga saat ini belum terbit karena terkendala dalam berbagai perhitungan.

“Nah tentu menurut saya kalau kita sabar menunggu Perpres tentang masalah optimalisasi JKN, mungkin masalah ini tidak terjadi. Mungkin ini inisiatif dari BPJS sendiri yang tidak disadari melampaui kewenangannya,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×