Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah mendengarkan tuntutan yang akan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (11/8) besok. Tuntutan yang dibacakan tersebut, terkait kasus dugaan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait pengurusan Pilkada Lebak.
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama dengan Masyarakat Transparansi (Mata) Banten mendesak KPK melalui JPU untuk menjatuhkan hukuman pidana maksimal kepada Atut sebesar 17 tahun penjara dan denda Rp 750 juta. Emerson Yuntho, Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW mengatakan, Atut layak mendapatkan hukuman maksimal lantaran suap yang dilakukan bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan melalui pengacara Susi Tur Andayani, diperkuat dengan fakta-fakta yang muncul dalam proses persidangan.
"Pada intinya telah terjadi pertemuan antara Akil Mochtar dengan Ratu Atut dan Wawan di Singapura untuk membicarakan sengketa pilkada di Lebak dan telah terjadi upaya penyuapan terhadap Akil Mochtar melalui Susi untuk proses penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi," kata Emerson, Minggu (10/8).
Selain memberikan untuk memberikan efek jera, hukuman maksimal dinilai pantas karena Kepala Daerah seharusnya Atut memberikan contoh yang baik bagi masyarakat. Apalagi kata Eson, sebelumnya Atut telah menandatangani deklarasi antikorupsi Desember 2008 silam. Pada 20 Maret 2012, Atut pernah mengimbau seluruh kepala daerah se-Banten untuk mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungkan birokrasi pemerintah Provinsi Banten.
Perbuatan Atut juga dinilai telah merusak proses demokrasi khususnya di Lebak Banten melalui Pilkada. Terlebih suap yang dilakukan Atut kepada Akil yang kala itu sebagai hakim MK, memiliki peran besar dalam proses penegakan hukum. Hukuman maksimal kata Emerson, diharapkan dapat memotong mata rantai dinasti keluarga Atut di Banten.
"Politik Dinasti yang dibangun tidak didasarkan pada semangat demokrasi dan lebih kepada mempertahankan maupun memperluas kekuasaan dinasti keluarga, menguntungkan segelintir orang dan menyengsarakan rakyat di wilayah Banten," tambah Emerson.
Dalam kasus ini, Atut diduga menyetujui pemberian uang Rp 1 miliar yang dilakukan Wawan kepada Akil melalui Susi demi memenangkan pasangan Amir Hamzah-Kasmin dalam Pilkada Lebak, seperti yang terungkap dalam rekaman pembicaraan antara Atut dengan Wawan. Adapun Uang tersebut diberikan agar Akil memutuskan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Lebak yang sebelumnya telah memenangkan pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi sebagai pemenang.
Dalam persidangan, Atut pernah mengakui bahwa dirinya bertemu Akil di Singpura. Namun, kala itu Atut berdalih bahwa pertemuan dilakukan secara tidak sengaja. Dalam pertemuan itu, Atut mengakui bertanya soal empat Pilkada, yakni, Kota Tangerang, Kota Serang, Kabupaten Lebak, dan Provinsi Banten kepada Akil.
Menurut Atut, pembicaraan tersebut lebih kepada mekanisme di MK apabila terjadi gugatan. Menurut Atut, pembicaraan dilakukan untuk mengantisipasi adanya keributan di Kota Serang apabila ada gugatan hasil Pilkada. Atut juga menanyakan ke Akil apabila ada putusan pemungutan surara ulang (PSU) apakah harus dilakukan di akhir 2013. Karena pada 2013 itu akan menjelang Pemilu Legislatif (Pileg) 2014.
Atut dijerat Pasal 6 Ayat 1 huruf a subsidair Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana dengan ancaman hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News