kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Heru Hidayat menepis dakwaan Jaksa yang menyebut merugikan negara di kasus Jiwasraya


Rabu, 17 Juni 2020 / 06:49 WIB
Heru Hidayat menepis dakwaan Jaksa yang menyebut merugikan negara di kasus Jiwasraya
ILUSTRASI. Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang juga Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/6/20


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat keberatan atas dakwaan jaksa, karena dianggap terlibat dalam korupsi pengelolaan dana dan investasi Jiwasraya sehingga merugikan negara Rp 16,80 triliun.

Kuasa Hukum Heru, Kresna Hutauruk menyebut, perbuatan terdakwa yang dianggap merugikan negara sebagai suatu yang keliru. Sebab, uang tersebut berasal dari nasabah, bukan uang negara.

"Semua bentuk kerugian keuangan negara harus disebabkan oleh perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum pidana (Wederrechtelijk), bukan disebabkan perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum perdata atau administrasi sehingga surat dakwaan itu tidak cermat," kata Kresna, pekan lalu.

Baca Juga: Benny Tjokro merasa jadi korban ketidakadilan dalam kasus Jiwasraya, kenapa?

Selain itu, surat dakwaan tersebut dinilai tidak menguraikan secara jelas berapa uang yang diperoleh terdakwa sehingga dianggap memperkaya diri, kemudian merugikan negara.

Surat dakwaan itu juga tidak menguraikan secara rinci kesalahan terdakwa apa saja. Hal ini berakibat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak lengkap.

"Jadi tidak diuraikan ada niat jahat dalam proses investasi di Jiwasraya, dan nilai keuntungan yang mana yang dituduhkan dan diperoleh oleh terdakwa. Apakah berasal dari uang negara atau bukan," jelas dia.

Menurutnya, perbuatan yang didakwakan penuntut umum seharusnya dikualifikasi dan dikonstituir dengan Undang-Undang Pasar Modal, bukan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Maka, surat dakwaan harus batal demi hukum.

Dengan begitu, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) juga tidak punya kewenangan melakukan penyidikan terhadap perbuatan terdakwa yang masuk perbuatan di ranah pasar modal

Bukan hanya itu. Ia menilai konstruksi dakwaan keliru dan tidak jelas karena tercermin dalam pengelompokan terdakwa antara Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Joko Hartono Tirto dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan yang telah dituduh melakukan tindak pidana korupsi.

"Namun tidak dijelaskan kedudukan dan peran masing-masing sehingga terjadi pengelompokkan seperti itu," tambahnya.

Terakhir, penyidik Kejagung telah menyalahi prosedur terkait pemblokiran, penyitaan dan perampasan aset pihak ketiga yang bukan bagian dari tindak pidana yang didakwakan. Hal ini berakibat pembuatan surat dakwaan dinilai yang tidak cermat.

Baca Juga: Lagi, Kejagung menahan dua tersangka kasus Danareksa Sekuritas

"Klien kami meyakini dirinya tidak terkait tindak pidana yang dituduhkan dan semua aset miliknya yang disita tidak ada keterkaitan dengan tindak pidana yang dituduhkan," terangnya.

Pada sidang Rabu lalu (3/6), tim jaksa di kasus ini menyebutkan, enam terdakwa kasus Jiwasraya terlibat korupsi yang mengakibatkan negara rugi senilai Rp 16,80 triliun.

Salah satu tim jaksa, Bima Suprayoga menyatakan, angka kerugian negara tersebut berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya dari tahun 2008 -2018.

Jaksa mengungkapkan, munculnya dugaan korupsi di kasus ini bermula saat Benny Tjokro, Heru dan Joko menjalin kesepakatan dengan tiga pejabat Jiwasraya. Kesepakatan itu dalam rangka pengelolaan investasi Jiwasraya di saham dan reksadana.

Jaksa menuturkan, Benny, Heru dan Joko melakukan kesepakatan dengan para petinggi Jiwasraya mengenai pengelolaan investasi saham dan reksadana milik perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Kerja sama pengelolaan dilakukan sejak tahun 2008 hingga tahun 2018. Namun, menurut jaksa, kesepakatan itu tidak transparan dan tidak akuntabel.

Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tak sesuai nota interen kantor pusat. "Analisis hanya dibuat formalitas," ungkap tim jaksa dalam sidang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×