Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto
"Namun tidak dijelaskan kedudukan dan peran masing-masing sehingga terjadi pengelompokkan seperti itu," tambahnya.
Terakhir, penyidik Kejagung telah menyalahi prosedur terkait pemblokiran, penyitaan dan perampasan aset pihak ketiga yang bukan bagian dari tindak pidana yang didakwakan. Hal ini berakibat pembuatan surat dakwaan dinilai yang tidak cermat.
Baca Juga: Lagi, Kejagung menahan dua tersangka kasus Danareksa Sekuritas
"Klien kami meyakini dirinya tidak terkait tindak pidana yang dituduhkan dan semua aset miliknya yang disita tidak ada keterkaitan dengan tindak pidana yang dituduhkan," terangnya.
Pada sidang Rabu lalu (3/6), tim jaksa di kasus ini menyebutkan, enam terdakwa kasus Jiwasraya terlibat korupsi yang mengakibatkan negara rugi senilai Rp 16,80 triliun.
Salah satu tim jaksa, Bima Suprayoga menyatakan, angka kerugian negara tersebut berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya dari tahun 2008 -2018.
Jaksa mengungkapkan, munculnya dugaan korupsi di kasus ini bermula saat Benny Tjokro, Heru dan Joko menjalin kesepakatan dengan tiga pejabat Jiwasraya. Kesepakatan itu dalam rangka pengelolaan investasi Jiwasraya di saham dan reksadana.
Jaksa menuturkan, Benny, Heru dan Joko melakukan kesepakatan dengan para petinggi Jiwasraya mengenai pengelolaan investasi saham dan reksadana milik perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
Kerja sama pengelolaan dilakukan sejak tahun 2008 hingga tahun 2018. Namun, menurut jaksa, kesepakatan itu tidak transparan dan tidak akuntabel.
Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tak sesuai nota interen kantor pusat. "Analisis hanya dibuat formalitas," ungkap tim jaksa dalam sidang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News