kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Hendarman Supandji: Vonis Urip Bukan Bukti Baru


Senin, 08 September 2008 / 13:24 WIB


Reporter: Dian Pitaloka,Nurul Kolbi | Editor: Test Test

Setelah Pengadilan Tipikor menghukum Jaksa Urip Tri Gunawan, desakan agar Kejaksaan Agung mengusut kembali kasus BLBI terus menguat. Masyarakat menilai, dengan jatuhnya vonis atas Urip, maka celah untuk mengejar penjahat BLBI terbuka kembali. Selain membuka lagi kasus BLBI, Jaksa Agung juga diminta segera menindak jaksa lainnya yang terseret kasus suap Urip ini. "Jaksa Agung harus proaktif. Jangan hanya menunggu KPK bertindak, dong," kata anggota Komisi III Gayus Lumbun, di DPR, senin (8/9).

Seperti diketahui, pada pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Kamis pekan lalu, majelis hakim secara tegas menyebut Urip terbukti melindungi konglomerat Sjamsul Nursalim. Bekerjasama dengan Artalyta Suryani (Ayin), Urip mengarahkan agar Sjamsul Nursalim tidak memenuhi panggilan Kejaksaan Agung. Sjamsul Nursalim adalah eks-pemilik BDNI, penerima BLBI senilai Rp 28,4 triliun. Sementara Ayin merupakan orang kepercayaan konglomerat yang juga mantan pemilik Dipasena tambang udang terbesar di Asia Tenggara itu. Pada Februari 2008, Kejaksaan Agung mengumumkan penghentian penyidikan kasus BLBI atas nama Sjamsul Nursalim.

Dalam pertimbangan majelis hakim, Urip dan Ayin  membuat surat pemberitahuan bahwa Sjamsul Nursalim tidak bisa memenuhi panggilan karena sedang dirawat di Singapura. Artinya, urai majelis hakim, terdakwa terbukti telah melakukan perlindungan terhadap Sjamsul atas kasus BLBI. Atas jasanya itu, Urip menerima bayaran US$ 660.000 dari Ayin. Karena menerima suap ini, Urip lalu diadili dan divonis 20 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan.

Meski banyak fakta persidangan yang bisa dijadikan alasan membuka lagi kasus BLBI, Jaksa Agung Hendarman Supandji tampak enggan bertindak.  Menurut Hendarman, kasus BLBI belum memiliki bukti baru sehingga tidak bisa dibuka kembali. “BLBI adalah kasus perdata, sementara kasus suap adalah pidana,” katanya. Atas pertimbangan itu, Jaksa Agung menilai, vonis Urip tidak bisa dijadikan alat bukti baru untuk membuka kasus kembali kasus BLBI (BDNI).

Hendarman juga menolak menindak jaksa lain atas dasar keluarnya putusan terhadap Urip. Ia menyatakan kasus Urip sudah menjadi urusan KPK. Sementara nasib jaksa lainnya, yang dikait-kaitkan dengan kasus ini, menunggu hasil pemeriksaan internal. “Saya tidak mau overlapping, pidana sudah masuk KPK,” kata Hendarman, di DPR, senin (8/9).

Soal perlunya Kejaksaan Agung menindak para jaksa lain yang terseret kasus Urip, itu muncul pula dari fakta persidangan. Dalam pertimbangan hukum ketika memvonis Urip, terungkap keterlibatan mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman dalam penghentian kasus BLBI. Majelis hakim berkeyakinan bahwa Urip bersama Kemas dan mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus M. Salim membahas poin-poin yang akan dijelaskan kepada publik terkait pemeriksaan kasus BLBI Sjamsul Nursalim.

Poin-poin itu kemudian diumumkan lewat konferensi pers yang dilakukan Jaksa Kemas, di Kejaksaan Agung, Februari lalu. Pada kesempatan itu, Kemas mengumumkan penghentian penyidikan kasus BLBI atas nama Sjamsul Nursalim. Menurut majelis hakim, Urip, Kemas dan M. Salim, memiliki hubungan soal pengghentian kasus BLBI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×