kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Harga Minyak Mentah Merosot, Menekan atau Menguntungkan APBN?


Senin, 07 April 2025 / 15:04 WIB
Harga Minyak Mentah Merosot, Menekan atau Menguntungkan APBN?
ILUSTRASI. Penurunan harga minyak mentah dunia bisa menggerus pendapatan negara dari sektor migas, memperlebar defisit, dan memaksa pemerintah memutar otak demi menjaga stabilitas APBN.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Harga minyak mentah dunia sedang merosot. Satu sisi, ini menjadi kabar baik karena harga bahan bakar minyak (BBM) berpeluang turun dan mengurangi beban subsidi energi.

Sisi lain, penurunan harga minyak dunia juga membuat pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan negara.

Penurunan harga minyak mentah dunia bisa menggerus pendapatan negara dari sektor migas, memperlebar defisit, dan memaksa pemerintah memutar otak demi menjaga stabilitas APBN.

Untuk diketahui, harga minyak mentah dibuka turun lebih dari 3% di perdagangan sesi Asia. Senin (7/3) pukul 06.30 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Juni 2025 turun US$ 2,1, atau 3,2% menjadi US$ 63,48 per barel. 

Sejalan, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Mei 2025 turun US$ 2,14, atau 3,5% ke US$ 59,85 per barel. Ini adalah posisi terburuk WTI sejak Desember 2021.

Koreksi tersebut juga melanjutkan pelemahan harga minyak sejak pekan lalu. Harga minyak WTI dan Brent anjlok 7% pada hari Jumat (4/4) dan berakhir pada level terendah dalam lebih dari 3 tahun.

Baca Juga: Emiten Migas Terpapar Sentimen Negatif Akibat Anjloknya Harga Minyak Dunia

Head of Macroenomic and Financial Market Research, Bank Permata, Faisal Rachman mengatakan, penurunan harga minyak dunia sekitar US$ 5 atau sekitar 6% berpotensi membawa dampak signifikan terhadap postur APBN, baik dari sisi penerimaan maupun belanja negara.

Menurut Faisal, setiap penurunan US$ 1 dalam harga minyak berdampak pada penurunan penerimaan negara sebesar Rp 3,2 triliun, terutama disebabkan berkurangnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

Di sisi lain, belanja negara justru bisa turun lebih besar, yakni Rp 10,1 triliun, akibat berkurangnya beban subsidi dan kompensasi energi.

"Jadi penurunan US$ 5 akan berdampak pada penurunan penerimaan sebesar Rp 16 triliun dan penurunan belanja Rp 50,5 triliun," ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Senin (7/4).

Dengan demikian, secara net, penurunan harga minyak memberikan dampak positif terhadap keseimbangan fiskal karena penghematan belanja lebih besar dibandingkan kehilangan pendapatan. 

"Secara net tentunya kalau hanya dari sisi harga minyak akan menguntungkan posisi APBN," katanya. 

Namun, Faisal mengingatkan, tren penurunan harga minyak kali ini dipicu meningkatnya kekhawatiran terhadap resesi global. Penurunan harga minyak yang disebabkan naiknya risiko resesi dunia juga bisa berdampak pada harga komoditas lainnya seperti CPO dan batubara.

Jika harga komoditas ekspor utama Indonesia ikut turun, maka potensi penurunan penerimaan negara bisa lebih tajam, sehingga keuntungan fiskal dari murahnya minyak dapat tergerus. 

"Jadi secara penerimaan negara yang terkait dengan komoditas akan dapat turun lebih tajam dan menekan sisi penerimaan negara," katanya.

Baca Juga: Harga Minyak Terus Merosot di Pagi Ini (7/4), WTI Kembali ke Bawah US$ 60 Per Barel

Senada, Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengatakan, penurunan harga minyak dunia membawa paradoks fiskal.

Di satu sisi, ia bisa menekan penerimaan negara dari sektor migas. Di sisi lain, ia juga memberikan peluang penghematan belanja melalui subsidi energi yang lebih efisien.

Syafruddin bilang pemerintah perlu sigap merespons dinamika tersebut dengan melakukan revisi asumsi APBN bila diperlukan.

Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat diversifikasi sumber penerimaan dan memastikan efisiensi belanja agar dampak fiskal bersifat netral atau bahkan positif.

"Kunci utamanya adalah respons cepat dan adaptif. Dalam era volatilitas harga komoditas seperti saat ini, kebijakan fiskal yang tanggap dan kredibel akan menjadi fondasi ketahanan ekonomi nasional," kata Syafruddin.

Selanjutnya: Transaksi Mesin EDC BNI Naik 36,12% Per Akhir Februari 2025

Menarik Dibaca: Manfaat Temulawak untuk Asam Lambung, Ulasannya Lengkapnya di Sini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×