kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Hanya 25% orang Indonesia yang bayar pajak


Kamis, 21 November 2013 / 11:31 WIB
Hanya 25% orang Indonesia yang bayar pajak
ILUSTRASI. Dokumenter Keep Sweet: Pray and Obey, dokumenter Netflix yang populer karena diangkat dari sebuah kasus kriminal nyata atau true crime.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Dari keseluruhan jumlah populasi Indonesia, baru 25 persen individu yang membayar pajaknya kepada negara. Ini salah satu faktor yang menyebabkan pembangunan belum terlaksana dengan baik.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Fuad Rahmany mengatakan, banyak pengusaha yang merasa sudah membayar pajak tetapi mengeluhkan fasilitas dan infrastruktur yang minim. Hal ini menurutnya karena masyarakat yang bayar pajak batu sedikit, baik pengusaha maupun individu.

"Pengusaha merasa bayar pajak gede tapi sarananya enggak ada, sehingga mereka jadi komplain. Ini masalah utama. Intinya mudah, karena yang baru bayar pajak baru sedikit, baik pengusaha maupun individu. Individu lebih parah, baru 25 persen atau setara 40 juta orang," kata Fuad dalam Seminar Nasional Perpajakan: "Penguatan Politik Perpajakan untuk Mendukung Daya Saing Nasional," Kamis (21/11/2013).

Fuad mengatakan, apabila 40 juta populasi yang belum membayar pajak tersebut membayarkan pajaknya, ia yakin infrastruktur dapat terbangun. Selain itu, permasalahan yang terkait infrastruktur, contohnya jalan raya, jalan tol, dan listrik pun diyakininya dapat diatasi.

"Ekonomi kita tidak akan bisa meningkat daya saingnya kalau infrastrukturnya tidak ada. Kalau infrastruktur kita jeblok dan pembangunannya ketinggalan itu karena uangnya kurang. Kalau pajaknya, uangnya kurang, pembangunan dan segala kepentingan ekonomi nasional tidak terlaksana juga," ujar Fuad.

Fuad menyebut beberapa permasalahan utama perpajakan di Tanah Air. Pertama, belum tergalinya wajib pajak orang pribadi (WP OP). Selain itu, penerimaan pajak terkonsentrasi hanya pada sektor formal dan sektor kegiatan ekonomi yang berorientasi pasar luar negeri.

Masalah lainnya adalah relatif kecilnya DJP terhadap perekonomian nasional dan wilayah Indonesia. "Pajak itu masalahnya keadilan. Kalau sebagian orang Indonesia sudah bayar pajak yang lainnya belum itu ibaratnya penumpang gratis. Mereka sudah menikmati subsidi BBM tapi enggak ikut menyumbang. Ini yang bikin kita jadi bangsa kerdil, punya negara tapi duitnya kecil karena urunannya enggak ada. Ini yang bikin pengusaha komplain karena mereka sudah bayar pajak tapi fasilitasnya masih kurang," katanya. (Sakina Rakhma Diah Setiawan/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×