Reporter: Margareta Engge Kharismawati |
JAKARTA. Paket kebijakan baru tahap kedua yang akan segera dirilis pemerintah mulai tersibak. Untuk menekan impor, pemerintah akan mengerek tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 menjadi 7,5%.
Tarif PPh 22 yang saat ini berlaku adalah sebesar 2,5% untuk perusahaan dengan izin Angka Pengenal Importir (API). Sedangkan tanpa izin API sebesar 7,5% dari nilai impor.
Tarif PPh pasal 22 dengan izin API inilah yang akan dinaikkan agar sama dengan tarif tanpa izin, yaitu menjadi 7,5%. Sementara untuk tarif PPh 22 tanpa izin API tidak akan mengalami kenaikan.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan kenaikan tarif PPh pasal 22 ini hanya akan terjadi pada dua kategori produk. Pertama, kategori barang konsumsi akhir yang tidak lagi digunakan untuk input produksi berikutnya.
Kedua, kategori barang yang tidak termasuk kelompok yang bisa menimbulkan inflasi, yang utamanya adalah kelompok pangan. "Pangan tidak akan kena kenaikan," tegas Bambang, Selasa (19/11). Memang dalam tarif PPh 22, impor kedelai, gandum, dan tepung terigu yang masuk dalam kelompok pangan telah dikenakan tarif 0,5%.
Menurut Bambang, barang yang akan terkena kenaikan tarif pajak ini akan berjumlah ratusan produk. Mengenai apakah ponsel juga akan dikenakan dalam tarif ini sebagai kategori barang konsumsi akhir, Bambang menjelaskan tidak hanya produsen ponsel yang akan dikenakan tetapi semua produk konsumsi akhir.
Jumlah ini melebihi perkataan Menteri Keuangan Chatib Basri yang sebelumnya mengatakan akan ada sekitar 25 produk impor konsumsi yang akan terkena kenaikan dan diharapkan bisa mengerem penjualan 25 produk konsumsi tersebut.
Sebagai gambaran, Direktur Transformasi Proses Bisnis Ditjen Pajak Wahyu Tumakaka menjelaskan pengenaan tarif PPh pasal 22 ini bukanlah dikenakan pada barang impor, melainkan pada kegiatannya. Skema ini berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
impor ataupun Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) yang mengenakannya pada barang.
Jadi, "sederhananya siapa pun yang mengimpor harus membayar PPh 22 sebagai karcis agar barang impor tersebut dapat dibawa masuk," terang Wahyu. Produsen yang membayar tarif PPh pasal 22 ini ketika membayar pajak PPh badan pasal 25 pada akhir tahun dapat digunakan sebagai pengurang pajak.
Kemungkinan barang konsumsi yang akan dikerek dari tarif ini, menurut Wahyu, adalah barang konsumen yang sifatnya mewah. Potensi penerimaan pajak dari PPh 22 ini pun besar. Hingga 7 November 2013, penerimaan dari PPh pasal 22 impor mencapai Rp 31,56 triliun atau sebesar 74% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang dipatok Rp 42,7 triliun.
Kalau tarifnya dinaikkan, tentu penerimaan dari sektor ini akan meningkat lagi. Beleid ini rencananya akan dikeluarkan pada akhir November 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News