kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Hadapi tujuh kasus anti subsidi, Indonesia terancam kehilangan ekspor US$ 1,25 miliar


Senin, 25 November 2019 / 12:48 WIB
Hadapi tujuh kasus anti subsidi, Indonesia terancam kehilangan ekspor US$ 1,25 miliar
ILUSTRASI. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan tengah menangani tujuh kasus tuduhan anti subsidi.

Tuduhan tersebut dua berasal dari Amerika Serikat untuk produk biodiesel dan utility wind tower, dua kasus dari Uni Eropa yakni untuk produk biodiesel dan hot rolled stainless steel sheet dan coils, dan tiga kasus dari India untuk produk cast copper wire rods, flat stainless steel dan fiberboard.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardana mengatakan, Indonesia berpotensi kehilangan nilai ekspor yang besar bila bea masuk anti subsidi diterapkan kepada seluruh kasus tersebut.

Baca Juga: KADI selidiki impor cold rolled stainless steel dari Malaysia dan Tiongkok

"Apabila semua kasus tersebut dikenakan bea masuk imbalan, maka estimasi nilai ekspor yang hilang minimal adalah US$ 1,25 miliar per tahun," tutur Indrasari, Senin (25/11).

Menurut Indrasari, kasus tuduhan anti subsidi ini menjadi tantangan bagi Indonesia. Karena itu, Indonesia harus bisa melawan tuduhan-tuduhan ini.

Untuk melakukan pembelaan, Indonesia membutuhkan dukungan data dan fakta. "Data dan fakta ini membutuhkan kerja sama dari pelaku usaha.  Kalau tidak ada kerjasama, kita akan sulit melakukan pembelaan," tambahnya.

Lebih lanjut Indrasari mengatakan, kebijakan subsidi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah diatur secara detail dalam agreement on subsidies and countervailing measures (SCM).

Dalam aturan tersebut, subsidi diharamkan jika melibatkan kontribusi finansial dari pemerintah atau badan pemerintah negara pengekspor, adanya keuntungan, dan diberikan secara khusus untuk industri tertentu dan ada hubungan kausalitas dimana produk ekspor yang telah disubsidi dari negara tersebut terbukti merugikan industri domestik dari negara pengimpor.

Berdasarkan data Kemendag, sejak 1995 hingga 2018, terdapat 541 investigasi terkait anti subsidi yang diinisiasi negara-negara anggota WTO. Dari 541 penyelidikan tersebut, 24 penyelidikan ditujukan kepada Indonesia. 

Baca Juga: Tindakan pengamanan dagang tak imbang, trade remedies banyak dipakai negara maju

Dari 24 inisiasi penyelidikan tersebut, sembilan kasus berakhir dengan pengenaan bea masuk imbalan untuk impor dari Indonesia, dan 15 kasus berhasil dihentikan penyelidikannya.

Indonesia juga menjadi negara keempat yang paling sering dituduh subsidi setelah China, India dan Korea Selatan. Meski begitu, Indonesia belum pernah menggunakan instrumen anti subsidi kepada negara mitra dagang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×