Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang Amerika Serikat-China menyebabkan negara terdampak lainnya melakukan proteksi pasar domestik. Trade remedies menjadi tindakan pengamanan perdagangan (trade barier) yang melindungi industri dalam negeri, terhadap negara tujuan ekspor.
Sayangnya, penggunaan instrumen trade remedies Indonesia masih timpang. Faktanya, trade remedies lebih banyak digunakan negara maju. Berdasarkan jumlah nomor HS, Indonesia menuduh produk asing sejumlah 312 kasus, sedangkan Indonesia dituduh sebanyak 589 kasus.
"Tools straight banyak digunakan negara maju. Tools straight remedies di Indonesia masih jomplang," ungkap Ratna Sari Loppies, Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Kerja Sama Perdagangan, saat melakukan Focus Group Discussion (FGD) di Menara Kadin, Selasa (30/10).
Ketimpangan juga ditunjukkan pada sengketa Internasional 2018 ini, Indonesia menjadi 14 responden trade remedies, 11 pelapor trade remedies dan 22 kasus sebagai pihak ketiga.
"Sengketa di internasional sebagai responden kita dituduh itu 14 daftar tuduhan, kita menuduh 11 kasus. Jadi kita digugat 14 menggugat 11," jelas Pradnyawati, Direktur Pengamanan Perdagangan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag).
Mengenai pengaruh trade remedies terhadap ekspor Indonesia, Pradnya menjelaskan Indonesia berpotensi kehilangan ekspor produk kertas coated paper ke Amerika sekitar US$ 50 juta per tahunnya. "Kita lihat nilainya hanya US$ 3,5 juta tahun lalu padahal biasanya sampai US$ 50 juta," katanya.
Sedangkan dari ekspor kertas certain uncoated paper ekspor Indonesia turun sebesar 49,44% dari tahun 2016 sebesar US$ 26,81 juta menjadi US$ 12,88 juta di tahun 2017.
Penurunan ini akibat inisiatif Amerika Serikat (AS) atas penerapan kebijakan larangan ekspor kayu gelondongan yang membuat persediaan dalam negeri over supply.
Indonesia juga hampir kehilangan potensi ekspor produk baja, yang diinisiasi Uni-Eropa (UE). Potensi kehilangan sebesar Rp 841,6 miliar atas 27 kategori produk. namun, "27 bisa kita amankan karena by law HSO di bawah 3% (bisa), tinggal fokus satu lagi karena Uni-Eropa tidak cukup produksinya," ungkap Pradnya.
Juga subsidi ekspor biodiesel Indonesia ke Amerika yang terhenti sejak Agustus 2017 sebesar 341,38%.
Selain itu, Indonesia sedang bermasalah dengan Filipina terkait pengenaan Special Safeguards (SSG) khusu Agriculture. Indonesia dikenakan tambahan bea masuk sbesar 8-11% yang didasarkan pada trigger price 203,74 peso. Utamanya pada kopi dengan nilai ekspor capai US$ 600 juta.
"baru-baru ini langsung mengaktivasi 20 agriculture, karena Indonesia 80% supplier ke Filipina maka dampaknya luar biasa," jelas Pradnya.
Indonesia menempati peringkat 41 dari tahun 1995-2018, dalam penggunaan instrumen trade remedies oleh anggota World Trade Organization (WTO) dengan total instrumen trade 369.
Secara rinci, 98 instrumen anti-dumping, 28 safeguards, 121 Technical Barriers to Trade (TBT), dan 122 Sanitary and Phytosanitary (SPS). Dengan Indonesia menempati peringkat 8 sebagai negara eksportir yang paling sering dituduh dumping sebanyak 208 kasus serta dikenakan bea masuk anti umping sebanyak 130.
Sedangkan, Indonesia telah melakukan 136 inisiasi investigasi anti dumping, dan telah mengenakan bea masuk anti dumping sebanyak 63 kali.
Indonesia juga menempati peringkat atas yakni 4 di dunia sebagai negara eksportir yang paling sering dituduh melakukan subsidi perdagangan. Di bawah China, India dan Korea Selatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News