kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

GIMNI Menilai Isu Kartel Minyak Goreng Tak Masuk Akal


Minggu, 16 Januari 2022 / 19:08 WIB
GIMNI Menilai Isu Kartel Minyak Goreng Tak Masuk Akal
ILUSTRASI. Sejumlah warga antre membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar minyak goreng murah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak goreng saat ini masih dalam harga yang tinggi. Merujuk laman resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag) per 14 Januari 2022, harga minyak goreng curah berada di angka Rp 18.100 per liter dan harga minyak goreng kemasan sederhana Rp 18.900 per liter.

Tingginya harga minyak goreng (migor) ini dinilai Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) diduga ada praktik kartel di baliknya. Hal ini karena harga minyak goreng selama tiga bulan masih tinggi, belum menunjukkan harga yang turun.

Adanya isu mengenai kartel migor, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menilai, hal tersebut hanya bagi orang yang tahu dan berkecimpung di pasar dalam negeri saja.

Baca Juga: Pekan Ini, Minyak Goreng Seharga Rp 14.000 Per Liter Sudah Tersedia di Pasar

“GIMNI melihat bahwa sebutan kartel itu ada bagi mereka yang hanya tahu dan berkecimpung di pasar DN (dalam negeri) saja, dan kurang pengetahuan bahwa minyak sawit itu adalah produk dunia yang punya pangsa pasar terbesar,” katanya kepada Kontan, Minggu (16/1).

Dalam arti, Sahat menilai bahwa adanya isu kartel ini tidak ada, karena dalam pengamatan GIMNI sehari-hari dan di lapangan, ia tidak melihat adanya kartel yang memainkan harga migor sehingga harganya melonjak. Ia bahkan menilai isu ini asal bunyi atau asbun.

“Dari produksi sawit Indonesia yang mencapai 51,16 juta ton itu 65,2% adalah pasar LN (luar negeri). Pemakaian domestik, termasuk biodiesel, hanya 34,8%. Melihat dominasi pasar ekspor, di mana rumusnya ada kartel? kecuali kita yang memang hobi bikin isu,” ungkap Sahat.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×