Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Demokrat Sartono Hutomo menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Selain itu, dirinya juga mendesak pemerintah untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 dikarenakan selama ini subsidi energi tidak tepat sasaran.
"Kami fraksi partai Demokrat menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi," ujar Sartono dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang, Selasa (23/8).
Selain itu, Sartono juga meminta kepada pemerintah untuk aktif melakukan eksplorasi sumur baru agar lifting minyak dan gas (migas) bisa meningkat dan ketergantungan ekspor migas bisa ditekan. Sehingga Indonesia bisa memiliki ketahanan energi dan mencukupi energi di dalam negeri.
Baca Juga: Subsidi Energi dan Kompensasi Naik Tiga Kali Lipat, Sri Mulyani: Masih Belum Cukup
Untuk itu, Sartono meminta pemerintah untuk memperhatikan hal-hal berikut ini sebelum melakukan keputusan menaikkan harga BBM subsidi. Pertama, partai demokrat menginginkan pemerintah untuk melakukan kajian terhadap dampak kenaikan harga BBM subsidi. Pasalnya, kenaikan harga BBM subsidi dapat berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama rakyat kelas bawah dan menengah.
"Untuk itu kami meminta agar dilakukan kajian atau dibuka hasil kesepakatan sebelum dinaikkan harga BBM, rakyat sudah mengalami kenaikan harga pangan," katanya.
Kedua, sebelum menetapkan kebijakan tersebut, Ia menyoroti, apakah pemerintah sudah menyiapkan roadmap untuk mengakselerasi beban rakyat yang terdampak kenaikan harga BBM. Ketiga, pemerintah harus selalu ada kepada rakyat dan kebijakan tersebut hendaknya melalui keputusan yang matang dan berorientasi terhadap rakyat.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto juga menolak wacana pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi. Hal ini dikarenakan masyarakat belum pulih dan belum cukup kuat untuk bangkit dari terpaan pandemi Covid-19.
Baca Juga: PKS Tolak Rencana Kenaikan Harga BBM Bersubsidi, Alasannya Inflasi Sudah Tinggi
Bahkan Ia menyebut, inflasi Juli 202 telah mencapai 4,94% secara tahunan dan menjadi inflasi tertinggi sejak Oktober 2015. Kemudian, inflasi pangan juga telah meroket di atas 11%. Hal tersebut tentu saja menggerus daya beli masyarakat dan tingkat kemiskinan juga akan meningkat.
"Padahal sejak Juni 2022, harga minyak terus turun dari US$ 140 per barel, menjadi hari ini sebesar US$ 90 per barel. Jadi urgensi kenaikan harga BBM bersubsidi sudah kehilangan makna," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News