kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Formappi: Kinerja DPR tahun ini adalah yang paling buruk


Jumat, 23 November 2018 / 19:35 WIB
Formappi: Kinerja DPR tahun ini adalah yang paling buruk
ILUSTRASI. Rapat paripurna pengesahan UU PNBP


Reporter: Martyasari Rizky | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, tidak ada yang patut dibanggakan dari DPR dalam menjalankan fungsi legislasinya.

Sedangkan untuk evaluasi kinerja DPR dari jumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhasil disahkan, Lucius menilai kinerja DPR tahun ini adalah yang paling buruk, sejak era reformasi.

Asal tahu, untuk tahun pertama pemerintahan terdapat tiga RUU yang disahkan. Untuk tahun kedua mengalami peningkatan, terdapat 10 RUU yang disahkan. Namun, mulai tahun ketiga mulai merosot, DPR hanya mensahkan enam RUU. Dan di tahun ke empat, hanya ada empat RUU yang disahkan oleh DPR.

"Bagaimanapun dalam Undang-undang (UU) mengatakan DPR itu adalah legislator utama pembentuk UU. Sehingga, mestinya tidak ada lagi alasan bagi DPR untuk lari dari tanggung jawabnya," kata Lucius, Jum'at (23/11).

Dalam pidato pembukaan masa sidang (MS) I tahun sidang (TS) 2018-2019, ada tiga RUU yang ditargetkan selesai pembahasannya.

Sementara, berdasarkan agenda kegiatan yang tercantum pada kalender kerja DPR, terdapat 21 RUU yang direncanakan oleh masing-masing alat kelengkapan dewan (AKD) untuk dikerjakan selama MS I. Jadi, untuk total keseluruhan, ada sekitar 24 RUU yang direncanakan DPR untuk dibahas pada MS I lalu.

Namun realisasinya diketahui, bahwa selama MS I TS 2018-2019 hanya ada 16 RUU yang dibahas oleh komisi-komisi DPR.

Terdiri atas tiga RUU kumulatif terbuka, yaitu RUU APBN 2019, RUU kerja sama pertahanan Indonesia dengan Belanda, dan RUU kerja sama pertahanan Indonesia dengan Arab Saudi. Sedangkan untuk 13 RUU lainnya, merupakan RUU prolegnas prioritas.

"Sekalipun begitu, yang berhasil disahkan menjadi UU hanyalah tiga RUU kumulatif terbuka. Sedangkan untuk RUU yang masuk prolegnas prioritas 2018 tidak ada satupun yang berhasil diselesaikan pembahasannya untuk disahkan menjadi UU," ujarnya.

Lebih dari itu, RUU yang sudah melewati tahap pembahasan lebih dari lima kali masa sidang, pada Rapat Paripurna (Rapur) 31 Oktober 2018 dalam penutupan MS I TS 2018-2019 justru disetujui untuk diperpanjang lagi waktu pembahasannya.

Berikut RUU yang masih mengalami masa perpanjangan pada Rapur 31 Oktober 2018.

1. RUU tentang larangan minuman beralkohol

2. RUU tentang pertembakauan

3. RUU tentang Sisnas Iptek

4. RUU tentang kewirausahaan nasional

5. RUU tentang wawasan nusantara

6. RUU tentang KUHP

7. RUU tentang jabatan hakim

8. RUU tentang Mahkamah Konstitusi

9. RUU tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

10. RUU tentang perkoperasian

11. RUU tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh

12. RUU tentang penghapusan kekerasan seksual

13. RUU tentang kebidanan

14. RUU tentang perubahan atas UU nomor 5 tahun 2014

15. RUU tentang ekonomi kreatif

DPR memang diberikan peluang perpanjangan waktu pembahasan suatu RUU. Namun, perpanjangan tersebut diberikan berdasarkan pertimbangan materi muatan RUU bersifat kompleks dengan jumlah pasal yang banyak serta beban tugas dari komisi, gabungan komisi, badan legislasi, atau panitia khusus.

"Sekalipun begitu, yang menjadi alasan perpanjangan pembahasan 15 RUU tersebut masih sulit dilacak oleh masyarakat. Apalagi kalau dibandingkan dengan anggaran yang dikeluarkan oleh DPR untuk pembahasan per satu RUU, untuk satu tahun bisa lebih dari Rp 8 miliar. Bayangkan jika setiap tahun DPR memperpanjang RUU yang sama," kritis Lucius.

Dalam kata lain, DPR dinilai telah menghamburkan uang negara sebanyak Rp 8 miliar secara cuma-cuma, dan tanpa adanya kejelasan, kapan RUU tersebut akan diputuskan dan kapan RUU tersebut disahkan.

"Ada dua kemungkinan kenapa RUU tersebut tidak jadi dituntaskan. Kemungkinan pertama ialah, karena konsentrasi DPR difokuskan pada pembahasan RAPBN 2019 demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemungkinan lainnya, RUU tersebut tidak dapat terselasaikan karena anggota DPR memang tidak peduli pada asas prioritas penyelesaian RUU yang telah ditetapkannya sendiri," ujar Lucius kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×