kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fitra: Tahun pilkada, waspadai korupsi bancakan


Rabu, 21 Februari 2018 / 15:52 WIB
Fitra: Tahun pilkada, waspadai korupsi bancakan
ILUSTRASI. Pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2019


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2018 menjadi tahun pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak dengan jumlah daerah terbanyak. Sebanyak 574 pasangan calon kepala daerah di 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten. Tak ayal tahun ini diwaspadai menjadi momentum bancakan korupsi.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menyatakan, hasil kajian Fitra dari 574 pasangan calon (paslon), ada 38% pejabat eksekutif dan legislatif yang mengikuti Pilkada.

Dari jumlah itu, tak semua maju sebagai petahana, tapi juga banyak yang mencalonkan diri ke jenjang lebih tinggi. Yenny bilang, banyaknya jumlah pejabat daerah yang maju, harus dikawal dengan ketat.

Yenny bilang, ada beberapa modus politisasi penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah lima peluang. Pertama, calon kepala daerah yang berasal dari petahana berpotensi memanfaatkan APBD, seperti menurunkan (mark down) pendapatan asli daerah (PAD) untuk modal pemenangan.

Berdasarkan data olah Fitra di provinsi peserta Pilkada, rata-rata mengalami penurunan PAD mencapai 7% dari total belanja tahun 2017 Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah memiliki nilai penurunan PAD terbesar dengan rata-rata mencapai Rp 7,2 miliar.

"Pola ini terpotret berulang saat jelang Pilkada," kata Yenny, Rabu (21/2).

Kedua, memanfaatkan belanja hibah dan bantuan sosial oleh calon petahana untuk mengundang simpati publik dengan memberikan bantuan tanpa didasari aturan.

Menurut data oleh FITRA, ada sembilan daerah yang meningkatkan belanja hibah dan bansos di tahun 2017 sebanyak 35,4% menjelang Pilkada.

Ketiga, memanfaatkan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) yang disimpan ke bank BUMN . Keempat, penyalahgunaan suntikan modal ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Yenny bilang, jelang tahun politik BUMD sering dijadikan bancakan lantaran tidak adanya prosedur yang jelas dalam investasi, laba, dividen.

Kelima, peluang pemanfaatan perizinan investasi sebelum dan sesudah pembangunan. Kata Yenny, pengusaha yang menjadi penyandang dana calon kepala daerah kerap akan meminta imbal balik dengan intervensi untuk meloloskan proyek tertentu.

"Modus perizinan ini akan berlanjut jika calon sudah menjabat kepala daerah, proyek-proyek pembangunan akan dimintai fee ketika sudah berjalan," pungkas dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×