kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 16.195   5,00   0,03%
  • IDX 7.164   1,22   0,02%
  • KOMPAS100 1.070   0,97   0,09%
  • LQ45 838   0,57   0,07%
  • ISSI 216   -0,45   -0,21%
  • IDX30 430   0,42   0,10%
  • IDXHIDIV20 516   -1,25   -0,24%
  • IDX80 122   0,37   0,31%
  • IDXV30 126   -0,52   -0,42%
  • IDXQ30 143   -0,58   -0,40%

Fenomena Hidup Hemat di Kalangan Muda Dikhawatirkan Hambat Pertumbuhan Ekonomi


Rabu, 11 Desember 2024 / 05:40 WIB
Fenomena Hidup Hemat di Kalangan Muda Dikhawatirkan Hambat Pertumbuhan Ekonomi
ILUSTRASI. Penyerapan Tenaga Kerja: Suasana di sebuah perusahaan di Jakarta, Jumat (12/01/2024). ISEI menekankan pentingnya memperhatikan perilaku generasi muda, khususnya Generasi Z dan Milenial terkait gaya hidup hemat atau frugal living.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menekankan pentingnya memperhatikan perilaku generasi muda, khususnya Generasi Z dan Milenial terkait gaya hidup hemat atau frugal living.

Fenomena yang bertujuan untuk menghemat pengeluaran ini menjadi fenomena yang populer di kalangan generasi muda saat ini.

Ketua Bidang Pengembangan Ekonomi Wilayah Jakarta dan Sekitarnya, ISEI Jakarta, Lana Soelistianingsih mengatakan meski frugal living terdengar positif dalam konteks ekonomi pribadi, namun ia mengingatkan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan paradox of thrift.

Baca Juga: Kenaikan Tarif PPN Jadi 12% Akan Hambat Laju Manufaktur Indonesia

"Kalau secara ekonomi kalau kita berhemat itu ngak bagus buat ekonomi. Kenapa? Karena konsumsi rumah tangga kita jadi turun," ujar Lana dalam acara Jakarta Economic Forum: Outlook 2025, Selasa (10/12).

Kendati begitu, ia menilai dari sisi jangka menengah panjang, sebetulnya paradox of thrift ini akan berdampak positif terhadap perekonomian.

"Karena ini menjadi sumber pembiayaan investasi ke depannya, walaupun dalam jangka pendek barangkali konsumsi rumah tangga akan melambat," katanya.

Lana juga mengamati adanya ketidaksesuaian antara gaya hidup hemat dengan kebiasaan konsumsi yang masih tinggi, terutama dalam hal pembelian barang-barang mewah seperti boneka Labubu atau tiket konser mahal seperti Blackpink.

Menurutnya, fenomena tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor sosial dan psikologis seperti FOMO (fear of missing out), YOLO (you only live once), dan FOPO (fear of other people's opinion).

Baca Juga: Biaya Hidup Menekan Konsumsi Masyarakat

Dengan begitu, generasi muda merasa tertekan untuk mengikuti tren dan tampak sesuai dengan harapan komunitas sosial mereka, seperti di Instagram.

Hal ini menyebabkan mereka membeli barang-barang yang dianggap penting untuk pengakuan sosial, meskipun mereka menjalani gaya hidup yang seharusnya hemat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×