kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.577.000   13.000   0,83%
  • USD/IDR 16.375   -60,00   -0,37%
  • IDX 7.108   27,96   0,39%
  • KOMPAS100 1.052   -1,07   -0,10%
  • LQ45 828   0,75   0,09%
  • ISSI 212   -0,75   -0,35%
  • IDX30 426   0,83   0,19%
  • IDXHIDIV20 509   1,31   0,26%
  • IDX80 120   -0,25   -0,21%
  • IDXV30 124   -0,06   -0,04%
  • IDXQ30 140   0,01   0,01%

Fenomena Hidup Hemat di Generasi Muda dan Dampaknya pada Ekonomi


Selasa, 10 Desember 2024 / 16:20 WIB
Fenomena Hidup Hemat di Generasi Muda dan Dampaknya pada Ekonomi
ILUSTRASI. Pekerja Generasi Z (Gen Z) membeli makanan ringan disela jam istirahat kerja di kawasan bisnis Kuningan Jakarta Selatan, Senin (20/5/2024). ISEI menekankan pentingnya memperhatikan perilaku generasi muda, khususnya Generasi Z dan Milenial terkait gaya hidup hemat atau frugal living.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menekankan pentingnya memperhatikan perilaku generasi muda, khususnya Generasi Z dan Milenial terkait gaya hidup hemat atau frugal living.

Fenomena yang bertujuan untuk menghemat pengeluaran ini menjadi fenomena yang populer di kalangan generasi muda saat ini.

Ketua Bidang Pengembangan Ekonomi Wilayah Jakarta dan Sekitarnya, ISEI Jakarta, Lana Soelistianingsih mengatakan meski frugal living terdengar positif dalam konteks ekonomi pribadi, namun ia mengingatkan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan paradox of thrift.

Baca Juga: Kenaikan Tarif PPN Jadi 12% Akan Hambat Laju Manufaktur Indonesia

"Kalau secara ekonomi kalau kita berhemat itu ngak bagus buat ekonomi. Kenapa? Karena konsumsi rumah tangga kita jadi turun," ujar Lana dalam acara Jakarta Economic Forum: Outlook 2025, Selasa (10/12).

Kendati begitu, ia menilai dari sisi jangka menengah panjang, sebetulnya paradox of thrift ini akan berdampak positif terhadap perekonomian.

"Karena ini menjadi sumber pembiayaan investasi ke depannya, walaupun dalam jangka pendek barangkali konsumsi rumah tangga akan melambat," katanya.

Lana juga mengamati adanya ketidaksesuaian antara gaya hidup hemat dengan kebiasaan konsumsi yang masih tinggi, terutama dalam hal pembelian barang-barang mewah seperti boneka Labubu atau tiket konser mahal seperti Blackpink.

Menurutnya, fenomena tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor sosial dan psikologis seperti FOMO (fear of missing out), YOLO (you only live once), dan FOPO (fear of other people's opinion).

Baca Juga: Biaya Hidup Menekan Konsumsi Masyarakat

Dengan begitu, generasi muda merasa tertekan untuk mengikuti tren dan tampak sesuai dengan harapan komunitas sosial mereka, seperti di Instagram.

Hal ini menyebabkan mereka membeli barang-barang yang dianggap penting untuk pengakuan sosial, meskipun mereka menjalani gaya hidup yang seharusnya hemat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×