Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Sejumlah ekonom memprediksi Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuannya (BI Rate) pada hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang dijadwalkan pada 16-17 September 2025, sama dengan jadwal pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) FED.
Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan suku bunga acuannya dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang dijadwalkan pekan ini.
Menurutnya, hal ini akan sangat dipengaruhi oleh pergerakan rupiah. Pasalnya, nilai tukar rupiah masih melemah pada perdagangan hari ini (15/9/2025), seiring penantian pasar terhadap kebijakan Federal Reserve (The Fed). Berdasarkan Bloomberg, rupiah spot ditutup melemah 0,25% ke posisi Rp 16.416 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (25/9/2025)
Myrdal mengatakan, jika rupiah menguat di bawah Rp 16.200 per dolar AS sebelum pengumuman RDG, ada peluang BI menurunkan suku bunga. “Tapi kalau rupiah masih di kisaran Rp 16.500, saya rasa BI akan tetap menahan suku bunga di level saat ini,” katanya kepada Kontan, Senin (15/9).
Baca Juga: Penyaluran Kredit Rp 200 T Perlu Difokuskan ke Sektor dengan Daya Ungkit Tinggi
Keputusan BI pekan ini diperkirakan akan cenderung menjaga stabilitas moneter secara smooth. Sementara itu, ia melihat pada pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) pada hari yang sama dengan RDG, The Fed hampir pasti akan memangkas bunga sebesar 25 basis poin dalam waktu dekat.
Meski demikian, Ia menilai BI masih perlu untuk menurukan suku bunga acuannya. Alasan utamanya adalah kondisi inflasi domestik yang masih rendah, yakni 2,31% hingga Agustus 2025. Selain itu, tekanan imported inflation juga relatif terjaga selama harga minyak mentah dunia berada di bawah US$ 70 per barel.
“Dari sisi pertumbuhan ekonomi juga sedang butuh pendorong supaya bisa tumbuh lebih agresif. Jadi tidak salah kalau BI melakukan kebijakan penurunan suku bunga karena bisa menurunkan cost of credit, terutama bagi kreditur atau nasabah dengan posisi kredit floating,” jelas Myrdal.
Dari sisi pertumbuhan, ia menilai ekonomi domestik masih terbatas. Pada kuartal III-2025, pertumbuhan diperkirakan sulit menembus 5,1% karena faktor musiman minim.
“Kuartal kedua kita masih terbantu momentum Lebaran dan pembayaran gaji ke-13. Tapi kuartal ketiga ini relatif sepi,” ujarnya.
Selain itu, indikator makro lain juga masih lemah. Indeks keyakinan konsumen tercatat fluktuatif, penjualan ritel menurun, dan pasar keuangan mengalami volatilitas pada Agustus–September. Meski begitu, posisi defisit anggaran masih rendah berkat penerimaan dari devisa ekspor dan kebijakan hilirisasi.
Tak jauh beda, Chief Economist Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga memprediksi BI akan menahan BI Rate pada Septmber 2025.
"Proyeksinya BI masih akan menahan (BI Rate). Ke depan pertumbuhan akan cenderung lebih baik terutama jika proyek flagship pemerintah bisa dioptimalkan," ungkapnya kepada Kontan, Senin (15/9)
Sementara itu David memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuannya (Fed Rate). "Proyeksinya FED rate turun," tandasnya.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Merapat ke Istana Bertemu Presiden Prabowo Bahas Stimulus Ekonomi
Selanjutnya: Bantuan Pangan Hingga Diskon PPh, Ini Detail 17 Paket Stimulus Ekonomi 2025
Menarik Dibaca: Turunkan Berat Badan Tanpa Diet Ekstrem, Ini Tips Sehatnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News