kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.605.000   16.000   0,62%
  • USD/IDR 16.770   -8,00   -0,05%
  • IDX 8.538   -46,87   -0,55%
  • KOMPAS100 1.181   -4,39   -0,37%
  • LQ45 845   -3,52   -0,41%
  • ISSI 305   -2,17   -0,71%
  • IDX30 436   -0,64   -0,15%
  • IDXHIDIV20 511   0,73   0,14%
  • IDX80 132   -0,80   -0,61%
  • IDXV30 138   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 140   0,34   0,25%

Ekspansi Belanja APBN 2026 Bertumpu pada Pemerintah Pusat, Begini Konsenkuensinya


Minggu, 28 Desember 2025 / 13:45 WIB
Ekspansi Belanja APBN 2026 Bertumpu pada Pemerintah Pusat, Begini Konsenkuensinya
ILUSTRASI. Neraca perdagangan Provinsi Jawa Timur (ANTARA FOTO/Didik Suhartono). Kepala Ekonom Permata Bank soroti APBN 2026 yang ekspansif dengan belanja pusat naik. Waspadai eksekusi program & dampaknya pada ekonomi riil.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dinilai masih menunjukkan arah kebijakan fiskal yang ekspansif, terutama dari sisi belanja pemerintah pusat.

Menurut Josua, struktur anggaran APBN 2026 mengindikasikan bahwa dorongan pertumbuhan ekonomi pada 2026 lebih banyak bertumpu pada belanja pemerintah pusat.

Konsekuensinya, kualitas tata kelola dan kecepatan eksekusi program menjadi semakin krusial agar stimulus fiskal benar-benar mengalir ke sektor riil dan tidak berhenti sebagai belanja administratif.

Baca Juga: Realisasi Belanja Seret, Kemenkeu Tegaskan Fokus Kualitas Belanja APBN

Meski begitu, ekspansi belanja dinilai tetap berada dalam koridor kehati-hatian, tercermin dari target defisit yang dipatok sebesar 2,68% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dibandingkan defisit outlook Laporan Semester (Lapsem) APBN 2025 sebesar 2,78%.

Dengan defisit 2,68% dari PDB, kebutuhan pembiayaan APBN 2026 diperkirakan mencapai sekitar Rp 689,1 triliun.

Sementara dari sisi penerimaan negara, pemerintah menargetkan pendapatan sebesar Rp 3.153,6 triliun, meningkat dibandingkan target penerimaan pada outlook Lapsem APBN 2025.

Dorongan ekspansi fiskal terutama terlihat dari belanja Pemerintah Pusat yang direncanakan meningkat 16,6% menjadi Rp 3.149,7 triliun. Sebaliknya, transfer ke daerah (TKD) dan Dana Desa justru turun menjadi Rp 693,0 triliun.

“Penurunan transfer ke daerah berpotensi mengurangi daya dorong ekonomi lokal. Karena itu, program pusat yang dieksekusi di daerah harus dikoordinasikan secara rapi agar tidak terjadi tumpang tindih maupun keterlambatan,” ujar Josua, Minggu (28/12/2025).

Baca Juga: Purbaya Usul ke Prabowo Bentuk Satgas Baru Awasi Belanja APBN dan Program Prioritas

Dari sisi alokasi anggaran kementerian dan lembaga (K/L), belanja yang ekspansif tersebut masih menunjukkan prioritas kuat pada sektor gizi, kesehatan, perlindungan sosial, dan keamanan. 

Dalam jajaran K/L dengan pagu terbesar, Badan Gizi Nasional (BGN) memperoleh alokasi sekitar Rp 217,86 triliun, disusul Kementerian Pertahanan Rp 167,4 triliun, Polri Rp 109,67 triliun, Kementerian Kesehatan Rp 104,35 triliun, serta Kementerian Sosial Rp 76,04 triliun. 

Josua menilai komposisi belanja ini memadai apabila pemerintah ingin menjadikan perbaikan gizi dan stabilitas sosial sebagai jangkar kebijakan fiskal. 

Namun, ia mengingatkan adanya risiko tertekannya ruang belanja produktif untuk penciptaan lapangan kerja jika program-program besar tersebut tidak dirancang untuk menggerakkan rantai pasok domestik.

“Dunia usaha menilai tantangan 2026 masih berat, mulai dari penciptaan kerja layak, biaya usaha yang tinggi, kompleksitas birokrasi, hingga penyusutan kelas menengah. Karena itu, kualitas belanja yang mampu menurunkan biaya logistik dan energi, mempercepat perizinan, serta memperkuat industri padat karya menjadi kunci,” jelas Josua.

Selain itu, belanja dalam program Asta Cita juga tergolong besar dan bersifat ekspansif, dengan fokus pada penguatan modal manusia dan bantalan sosial.

Baca Juga: Belanja APBN 2026 Melonjak, Tapi Penerimaan Negara Diproyeksi Kembali Melempem

Ketahanan pangan dialokasikan Rp 164,4 triliun, ketahanan energi Rp 402,4 triliun, program Makan Bergizi Gratis (MBG) Rp 335 triliun, pendidikan Rp 769,1 triliun, serta kesehatan Rp 244 triliun.

Meski dinilai memadai secara nominal, Josua menekankan bahwa efektivitas belanja ekspansif APBN 2025 dan 2026 akan sangat ditentukan oleh ketepatan sasaran dan kapasitas pelaksanaan. 

Ia mencontohkan belanja Subsidi energi misalnya, menurutnya akan lebih sehat apabila semakin tepat sasaran sehingga tidak menyedot ruang fiskal tanpa meningkatkan daya beli kelompok rentan secara berarti.

Sementara itu, program MBG dinilai perlu dijalankan secara bertahap dengan standar gizi yang jelas, pengawasan yang kuat, serta sistem pengadaan yang memprioritaskan produksi lokal agar dampaknya benar-benar mengalir ke petani, nelayan, peternak, dan UMKM.

Di saat yang sama, penurunan anggaran TKD kembali dinilai berisiko mengurangi daya dorong belanja di tingkat lokal. Oleh karena itu, program pusat yang dieksekusi di daerah harus benar-benar rapi koordinasinya agar tidak terjadi tumpang tindih dan keterlambatan. 

Baca Juga: Belanja APBN 2026 Tembus Rp 3.842,7 Triliun, Indef Ingatkan Kualitas & Risiko Fiskal

"Terhadap target-target pemerintah, saya melihatnya cukup menantang namun masih mungkin jika eksekusinya disiplin," ungkap Josua.

Pada asumsi makro yang digunakan relatif optimistis, dengan pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,4%, inflasi tetap dalam sasaran, serta nilai tukar rata-rata Rp 16.500 per dolar AS.

Selanjutnya: OJK Soroti Risiko Tinggi Asuransi Kredit: Rasio Klaim 85,56%

Menarik Dibaca: Redmi 15C HP Harga 1 Jutaan yang Membawa RAM 8 GB, Cek Spesifikasinya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×