Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menilai tantangan utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 bukan terletak pada besaran anggaran, melainkan pada efektivitas dan kualitas belanja agar benar-benar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan dampak sosial yang optimal.
Menurut Banjaran, postur APBN 2026 disusun dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang optimistis di tengah ketidakpastian global. Target defisit sekitar 2,68% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencerminkan kebijakan fiskal yang ekspansif namun tetap terukur, dengan fokus pada dorongan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan sosial, sekaligus menjaga kesinambungan fiskal.
Namun demikian, pengelolaan fiskal yang prudent menjadi semakin krusial seiring defisit yang mendekati batas atas 3% produk domestik bruto (PDB). Kondisi ini dinilai menjadi perhatian investor sehingga disiplin fiskal dan kualitas belanja harus diperkuat.
Baca Juga: Pemerintah Siap Guyur Stimulus Rp 16,23 Triliun untuk Dorong Ekonomi
Banjaran menilai alokasi anggaran kementerian dan lembaga (K/L) dalam RAPBN 2026 pada dasarnya sudah memadai untuk menopang fungsi negara dan agenda prioritas, khususnya di sektor pertahanan, pendidikan, perlindungan sosial, dan infrastruktur.
Meski begitu, ia menegaskan tantangan ke depan bukan lagi soal besaran anggaran. “Yang menjadi kunci adalah efektivitas belanja, ketepatan sasaran, dan kualitas implementasi agar dampak ekonomi dan sosialnya benar-benar optimal,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (28/12/2025).
Lebih lanjut, arah APBN 2026 dinilai telah merefleksikan visi pembangunan Asta Cita, mulai dari ketahanan pangan hingga transformasi ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Besarnya alokasi anggaran menunjukkan komitmen kuat pemerintah, namun perlu diimbangi dengan pengawasan yang ketat. “Belanja negara harus menghasilkan dampak pembangunan yang berkelanjutan, bukan sekadar terserap,” tegas Banjaran.
Dari sisi pendapatan, APBN 2026 mencerminkan desain fiskal yang relatif seimbang. Target pendapatan negara sebesar Rp 3.153,6 triliun dengan pertumbuhan pajak sekitar 13,5% menunjukkan optimisme yang terukur.
Baca Juga: Stimulus Pemerintah Berpotensi Dorong Ekonomi, Tapi Implementasi Jadi Kunci
Meski demikian, realisasi penerimaan pada 2026 tetap menjadi perhatian, terutama melihat tantangan penerimaan negara pada 2025.
Dalam rencana kerja 2026, pemerintah dinilai semakin mengandalkan reformasi administrasi perpajakan berbasis teknologi, seperti implementasi Coretax, integrasi NIK–NPWP, serta rencana Compliance Improvement Program.
Langkah-langkah ini diharapkan mampu memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan secara berkelanjutan tanpa harus menaikkan tarif.
Sementara itu, kebijakan pajak dan cukai 2026 dinilai menunjukkan pendekatan yang lebih hati-hati, dengan menahan kenaikan tarif dan mengutamakan kepatuhan berbasis risiko.
"Arah ini penting untuk memperdalam basis penerimaan sekaligus menjaga iklim investasi, sambil tetap memberi ruang penyesuaian
Selanjutnya: Belanja Pemerintah Bisa Jadi Katalis, Simak Rekomendasi Saham Sektor Ritel
Menarik Dibaca: Samsung Galaxy Tab A11+ Pakai Layar 11 Inci & Stylus Pen, Ada Memori hingga 2 TB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













