kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.959.000   16.000   0,82%
  • USD/IDR 16.304   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.533   43,20   0,58%
  • KOMPAS100 1.070   7,34   0,69%
  • LQ45 793   -2,68   -0,34%
  • ISSI 254   0,66   0,26%
  • IDX30 409   -1,29   -0,31%
  • IDXHIDIV20 467   -2,82   -0,60%
  • IDX80 120   -0,30   -0,25%
  • IDXV30 124   0,09   0,07%
  • IDXQ30 131   -0,56   -0,43%

Ekonom Maybank: Penerapan Tarif AS 19% Belum Langsung Tekan Manufaktur Indonesia


Jumat, 08 Agustus 2025 / 15:36 WIB
Ekonom Maybank: Penerapan Tarif AS 19% Belum Langsung Tekan Manufaktur Indonesia
ILUSTRASI. Pekerja beraktifitas pada pembangunan pabrik (manufaktur) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (25/4/2024). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/24/04/2024. Penerapan tarif AS 19%, ekonom Maybank menilai belum langsung menekan sektor manufaktur Indonesia kedepannya.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Penerapan tarif dagang oleh Amerika Serikat sebesar 19% ke Indonesia yang sudah berlaku sejak 7 Agustus 2025 dinilai belum langsung menekan sektor manufaktur Indonesia kedepannya. 

Myrdal Gunarto, Global Markets Economist Maybank Indonesia mengungkapkan, dampaknya sangat bergantung pada arah perkembangan ekonomi global dalam beberapa bulan ke depan.

Di tengah kekhawatiran tersebut, sudah mulai ada tanda-tanda pemulihan manufaktur Indonesia yang terlihat dari Purchasing Manager's Index (PMI) yang naik pada Juni 2025 menjadi sekitar 49, dari sebelumnya 46 pada Mei. Meskipun masih berada di bawah ambang ekspansi (PMI>50), Myrdal menyebut ini sebagai sinyal perbaikan.

"Masih ada harapan untuk indeks manufaktur kita kembali ke level di atas 50," ujar Myrdal kepada Kontan, Jumat (8/8).

Baca Juga: Ekonom HSBC Ingatkan Indonesia Tak Tertinggal dari Vietnam & Malaysia dalam Tarik FDI

Menurutnya, sejumlah sektor manufaktur Indonesia tetap menunjukkan fundamental yang kuat, seperti besi dan baja, industri hilirisasi, makanan dan minuman, farmasi, serta obat-obatan tradisional. Kinerja positif dari sektor-sektor ini dinilai mampu mendorong sektor manufaktur nasional untuk tetap bertahan, bahkan berpotensi ekspansif.

“Kalau kondisi global membaik, ketidakpastian menurun, dan sudah ada certainty terkait dengan perkembangan permintaan aktivitas manufaktur global, saya rasa harusnya dampaknya justru positif juga sih buat industri manufaktur kita,” 

Ia juga mencatat bahwa periode libur panjang seperti bulan Ramadhan dan Lebaran sempat menyebabkan aktivitas ekspor melambat, namun permintaan terhadap barang modal dan mesin-mesin meningkat, sebagaimana tercermin dalam data Badan Pusat Statistik (BPS).

Sektor Ekspor ke AS dan Lonjakan Impor Tetap Harus Diwaspadai

Meski demikian, Myrdal mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap sektor manufaktur yang memiliki ketergantungan tinggi pada pasar AS, seperti tekstil dan alas kaki lebih sensitif terhadap kebijakan perdagangan AS.

"Memang di beberapa bidang manufaktur yang terkait dengan barang-barang yang dikirim ke Amerika juga, kita harus tetap monitor ya lebih lanjut," ujarnya.

Myrdal juga menyinggung soal dampak kebijakan impor, khususnya relaksasi aturan dalam Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Ia meyakini kebijakan tersebut tidak akan langsung menggerus pasar lokal, karena banyak industri dalam negeri yang memiliki daya saing dan keunggulan kompetitif.

“Walaupun barang dari AS atau China masuk, sejumlah industri kita punya kekuatan kompetitif yang unggul. Tidak semua sektor akan tertekan,” jelasnya.

Namun ia tetap mengingatkan agar waspada terhadap produk impor murah dari negara Tiongkok tersebut, yang memiliki efisiensi biaya produksi tinggi dan berpotensi menekan harga produk lokal.

Meski demikian, Myrdal memperkirakan bahwa potensi pemulihan sektor manufaktur tetap terbuka, namun lonjakan ekspansi besar kemungkinan tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kondisi global, arah kebijakan perdagangan, dan permintaan internasional akan menjadi kunci utama.

"Kelihatannya sih kalau untuk ekspansi manufaktur lebih lanjut, akan ada keterbatasan ya untuk mengalami lonjakan secara agresif," pungkasnya.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tak Sejalan dengan Kinerja Emiten di Bursa

Selanjutnya: Simak 3 Langkah Cerdas Mengatur Keuangan Sebelum Terjun ke Dunia Investasi

Menarik Dibaca: Simak 3 Langkah Cerdas Mengatur Keuangan Sebelum Terjun ke Dunia Investasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×