kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Core: Tidak ada urgensi mengembalikan pengawasan perbankan ke BI


Senin, 06 Juli 2020 / 17:07 WIB
Ekonom Core: Tidak ada urgensi mengembalikan pengawasan perbankan ke BI
ILUSTRASI. Direktur Riset CORE Piter Abdullah (30/7) di Jakarta. Photo by: Bidara Deo Pink


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengajukan usulan amandemen atau revisi  Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Proleganas) 2020.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan bahwa banyak hal yang mendesak untuk direvisi dalam Undang-Undang Bank Indonesia (UU BI) terutama setelah keluarnya Undang-Undang No 9 tahun 2016 tentang pencegahan dan penanggulangan krisis sitem keuangan.

Baca Juga: Ekonom Core: Langkah monetisasi utang BI tak ganggu stabilitas nilai tukar rupiah

"Selain terkait penanggulangan krisis ini, banyak isu yang sebenarnya perlu ditinjau ulang dan menjadi bahan revisi dalam UU BI," jelas Piter saat dihubungi Kontan.co.id pada Senin (6/7).

Meski Piter menyebut ada hal-hal mendesak yang perlu direvisi dari UU BI, namun mengenai mengembalikan pengawasan bank ke BI dirasa tidak ada urgensinya. "Saya masih mencari informasi apakah benar pemerintah ada rencana mengembalikan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan ke BI. Kalau benar apa yang jadi pertimbangannya?," imbuhnya.

Lebih lanjut Piter menerangkan adanya revisi atau amandemen dari UU BI bukan berarti akan membubarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menyebut bahwa dari segi kinerja OJK di tengah pandemi virus corona (Covid-19) saat ini sudah cukup baik.

"Kecepatan OJK mengambil kebijakan melonggarkan restrukturisasi misalnya sudah mampu menahan lonjakan NPL. Sementara kalau bicara ketatnya likuiditas bank dan perlambatan pertumbuhan kredit, itu tidak bisa disalahkan OJK," ungkapnya.

Baca Juga: Sejumlah ekonom menilai wacana pembubaran OJK belum tepat, ini argumennya

Saat ini fokus pada penanganan pandemi Covid-19 dinilai lebih penting. Jika saja kebijakan pengawasan perbankan dikembalikan kepada BI, justru malah memperburuk keadaan, lantaran di tengah pandemi seperti saat ini Piter menegaskan pentingnya kekompakan.

"Berita ini saja pasti akan merusak semangat kerja teman-teman di OJK. Dan ingat tenaga ahli perbankan sudah hampir tidak ada lagi di BI. Hampir semuanya sudah di OJK, mereka tidak bisa diombang ambingkan oleh politik seperti ini, sangat tidak baik untuk upaya kita memulihkan perekonomian di tengah wabah," tegas Piter.

Jika saja Pemerintah disebut Piter kecewa dengan kinerja dari OJK, maka bukan jadi alasan untuk membubarkannya. Dimana pembubaran justru akan menghabiskan energi yang harusnya difokuskan bagi penanganan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Ekonom Core memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kisaran 5%-6,5% tahun depan

"Rasanya terlalu kekanak-kanakan kalau pemerintah kemudian melakukan itu. Pembubaran lembaga sebesar OJK akan menghabiskan energi yang tidak perlu. Kita saat ini tengah berperang melawan wabah pandemi yang tentunya membutuhkan konsentrasi dan juga semua sumber daya kita," jelasnya.

Sebagai informasi, OJK dibentuk berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor keuangan, mulai dari perbankan, pasar modal dan sektor jasa keuangan nonbank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. Sebelumnya tugas pengawasan perbankan ada ditangan Bank Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×