kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.195   57,00   0,35%
  • IDX 7.898   -32,88   -0,41%
  • KOMPAS100 1.110   -7,94   -0,71%
  • LQ45 821   -5,85   -0,71%
  • ISSI 266   -0,63   -0,24%
  • IDX30 424   -3,04   -0,71%
  • IDXHIDIV20 487   -3,38   -0,69%
  • IDX80 123   -1,10   -0,89%
  • IDXV30 126   -1,56   -1,22%
  • IDXQ30 137   -1,32   -0,96%

Ekonom Ini Menilai RAPBN 2026 Optimistis, Tapi Masih Bergantung Utang


Senin, 18 Agustus 2025 / 06:30 WIB
Ekonom Ini Menilai RAPBN 2026 Optimistis, Tapi Masih Bergantung Utang
ILUSTRASI. INDEF menilai RAPBN 2026 yang diajukan pemerintah sarat dengan optimisme, terutama pada target penerimaan negara yang melonjak signifikan.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) menilai RAPBN 2026 yang diajukan pemerintah sarat dengan optimisme, terutama pada target penerimaan negara yang melonjak signifikan.

Namun, di balik optimisme itu, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF Rizal Taufikurahman menyoroti konsolidasi fiskal yang belum sepenuhnya konsisten karena masih ditopang oleh pembiayaan utang dalam jumlah besar.

"Memang di RAPBN 2026 ini sangat optimis namun tentu dengan proyeksi pendapatannya yang sangat meningkat signifikan, belanjanya tetap melonjak sehingga defisit tetap tinggi di angka 2,48% terhadap PDB," ujar Rizal dalam acara diskusi publik, Sabtu (16/8/2025).

Baca Juga: Danantara Kejar Investasi Rp 720 Triliun, Sokong Pertumbuhan Ekonomi 5,4% pada 2026

Menurutnya, kondisi ini berpotensi menekan keberlanjutan fiskal jangka menengah dan panjang apabila reformasi perpajakan serta efisiensi belanja tidak diperkuat.

Rizal menyoroti lonjakan target penerimaan negara yang mencapai Rp 3.147 triliun, jauh lebih tinggi dari outlook 2025. Penerimaan ini didorong terutama oleh pajak nonmigas serta PNBP nonmigas. 

Namun, ia mengingatkan struktur penerimaan masih rentan terhadap fluktuasi global karena ketergantungan pada migas, minerba, serta cukai.

"Jadi memang sangat rentan terhadap dinamika perubahan global," katanya.

Ia juga menyoroti penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang justru menurun dari sektor sumber daya alam, seperti perikanan, pertambangan, dan pertanian. 

Padahal, menurutnya, SDA Indonesia melimpah dan bisa menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pajak.

Baca Juga: Terlalu Tinggi, Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4% pada Tahun 2026 Dinilai Sulit Dicapai

"Karena kalau kita kemudian menggantungkan pajak terus maka tentu saja fiskalnya akan terlalu sempit. Solusinya adalah paling besar ya utang," jelas Rizal.

Dari sisi belanja, Rizal menilai porsi untuk bidang ekonomi memang membesar, namun sektor-sektor berpotensi jangka panjang justru tertekan.  Hal ini terlihat dari anggaran untuk pertahanan dan pendidikan melonjak tinggi, sementara alokasi untuk lingkungan hidup, perumahan, dan pariwisata relatif kecil.

Selanjutnya: Pergerakan Valas Asia Wait and See Kebijakan Ekonomi Global

Menarik Dibaca: Coba 6 Cara Ini untuk Atasi Homesick Terutama buat Para Mahasiswa Baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×