Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengajukan usulan amandemen atau revisi Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Proleganas) 2020.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan bahwa banyak hal yang mendesak untuk direvisi dalam Undang-Undang Bank Indonesia (UU BI) terutama setelah keluarnya Undang-Undang No 9 tahun 2016 tentang pencegahan dan penanggulangan krisis sitem keuangan.
Baca Juga: Ekonom Core: Langkah monetisasi utang BI tak ganggu stabilitas nilai tukar rupiah
"Selain terkait penanggulangan krisis ini, banyak isu yang sebenarnya perlu ditinjau ulang dan menjadi bahan revisi dalam UU BI," jelas Piter saat dihubungi Kontan.co.id pada Senin (6/7).
Meski Piter menyebut ada hal-hal mendesak yang perlu direvisi dari UU BI, namun mengenai mengembalikan pengawasan bank ke BI dirasa tidak ada urgensinya. "Saya masih mencari informasi apakah benar pemerintah ada rencana mengembalikan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan ke BI. Kalau benar apa yang jadi pertimbangannya?," imbuhnya.
Lebih lanjut Piter menerangkan adanya revisi atau amandemen dari UU BI bukan berarti akan membubarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menyebut bahwa dari segi kinerja OJK di tengah pandemi virus corona (Covid-19) saat ini sudah cukup baik.
"Kecepatan OJK mengambil kebijakan melonggarkan restrukturisasi misalnya sudah mampu menahan lonjakan NPL. Sementara kalau bicara ketatnya likuiditas bank dan perlambatan pertumbuhan kredit, itu tidak bisa disalahkan OJK," ungkapnya.
Baca Juga: Sejumlah ekonom menilai wacana pembubaran OJK belum tepat, ini argumennya