Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna mendongkrak ekonomi dalam negeri, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, RUU Omnibus Law Perpajakan, dan RUU Omnibus Law Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai seluruh beleid sapu jagad perundang-undangan tersebut memang bukan dimaksudkan untuk menjadi satu-satunya solusi bagi perekonomian Indonesia. Menurutnya, dengan adanya Omnibus Law tidak otomatis ekonomi Indonesia akan lompat.
Baca Juga: Menperin paparkan potensi Industri RI dan rencana omnibus law di WEF 2020
Kata Piter, Omnibus Law hanya salah satu solusi yang dibutuhkan pemerintah untuk meningkatkan investasi. Namun demikian, Omnibus Law lebih baik daripada Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) yang dulu sempat dicanangkan Presiden RI Joko Widodo.
“Ternyata banyak sekali peraturan perundangan yang tumpang tindih. Ini jadi masalah yang membuat kebijakan-kebijakan pemerintah termasuk Online Single Submission (OSS) tidak efektif,” kata Piter kepada Kontan.co.id, Kamis (23/1).
Oleh karena itu, agar bisa cepat ambil jalan pintas pemerintah merancang Omnibus Law. Sebab, memperbaiki peraturan perundangan satu per satu akan membutuhkan waktu yang lama.
Baca Juga: Omnibus Law Sektor Keuangan Bakal Menjangkau Asuransi dan Fintech
Akan tetapi, CORE mengimbau agar Omnibus Law benar-benar efektif harus juga diimbangi dengan kebijakan-kebijakan lainnya. Termasuk kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang kondusif.
Informasi saja, secara substansi RUU Omnibus Law Cipta Lapangan merangkum 78 Undang-Undang (UU) dan 1.228 Pasal.
Di dalamnya ada 11 klaster terdiri dari Penyederhanaan Perizinan Berusaha, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.
Baca Juga: Ekonom menilai Omnibus Law belum terlalu berdampak di tahun ini
Kemudian, RUU Omnibus Law Perpajakan terdiri dari 6 Undang-Undang antara lain UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), UU Kepabeanan, dan UU Cukai.
Sementara ada 6 pokok muatan antara lain peningkatan pendanaan investasi, sistem territorial untuk penghasilan tertentu di luar negeri, penentuan subjek pajak orang pribadi, menciptakan iklim keadilan berusaha dalam negeri, penguatan fasilitas perpajakan, dan mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela.
Selanjutnya, RUU Omnibus Law Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, secara substansi belum dipaparkan resmi oleh pemerintah. Namun berdasarkan riset dan investigasi Kontan.co.id akan ada empat poin penting di dalamnya.
Baca Juga: Sejumlah pihak khawatir omnibus law akan kehilangan momentum
Pertama, memperluas tugas dan fungsi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bukan hanya fokus pada bank berdampak sistemik tapi juga untuk industri non bank. Kedua, membentuk penjaminan bagi pemegang polis asuransi.
Ketiga, membuat aturan tentang industri teknologi financial (tekfin) dalam bentuk UU dan tidak lagi hanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keempat, memperkuat aturan otoritas keuangan seperti Bank Indonesia (BI), OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News