Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Kementerian Keuangan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026 dinilai sebagai langkah strategis untuk menyelamatkan industri hasil tembakau (IHT). Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari kalangan petani tembakau hingga dukungan dari para ekonom yang menilai moratorium selama tiga tahun dapat memberikan kepastian regulasi di tengah maraknya peredaran rokok ilegal.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K. Mudi, menyambut baik keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yag tidak menaikkan tarif CHT. Ia menilai langkah tersebut sebagai bentuk keberpihakan terhadap keberlangsungan industri tembakau nasional.
“Salah satu upaya menyelamatkan industri tembakau saat ini adalah dengan tidak menaikkan cukai terlebih dahulu. Penjualan rokok kita sedang tidak baik-baik saja dan rokok ilegal merajalela sehingga kebijakan cukai ini perlu diperbaiki,” katanya beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Gappri Apresiasi Keputusan Pemerintah Tahan Tarif Cukai Rokok 2026
Mudi mengungkapkan bahwa para petani tengah menghadapi tekanan akibat menurunnya serapan tembakau oleh pabrikan. Ia menilai kebijakan Menkeu Purbaya sebagai upaya menciptakan keseimbangan dalam pengambilan keputusan terkait cukai.
“Memang harus didengar semua pihak, baik dari sisi petani dan pengusaha industri tembakau dan juga kesehatan, tidak melihat hanya dari satu sisi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mudi mendukung wacana moratorium kenaikan tarif cukai selama tiga tahun ke depan sebagai solusi jangka menengah. “Usulan stakeholder pertembakauan adalah tidak menaikkan cukai rokok dalam tiga tahun ke depan,” paparnya.
Dari sisi ekonomi, dukungan terhadap kebijakan ini juga disampaikan oleh ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad. Ia menilai keputusan Menkeu Purbaya ini memberikan kepastian regulasi bagi industri tembakau.
Ia juga menyoroti peredaran rokok ilegal sebagai tantangan utama dalam efektivitas kebijakan fiskal. Tauhid memperkirakan potensi kerugian negara akibat rokok ilegal bisa mencapai triliunan rupiah. “Rokok ilegal itu kan jumlahnya signifikan. Kalau misalnya katakan 5% saja, kemudian dikali 300 miliar batang berarti sekitar 15 miliar batang ya. Bisa 15 triliun kan uang hilang,” tegas Tauhid.
Ia juga mendukung moratorium kenaikan cukai selama tiga tahun ke depan sebagai langkah pemulihan industri. “Saya sepakat untuk sementara, katakanlah, ditinggalkan kebijakan tarif cukainya, karena kenaikan tarif yang terlalu tinggi itu bikin penerimaan negaranya bisa berkurang.”
Menurut Tauhid, moratorium akan memberi ruang bagi industri untuk melakukan penyesuaian dan pemulihan. “Saya kira itu yang harus dialami. Kenapa perlu moratorium? Ya mungkin untuk me-refresh ulang lah,” ungkapnya.
Selanjutnya: Ternyata 9 Selebriti Ini Alami Gangguan Kesehatan Mental hingga Harus Berobat
Menarik Dibaca: Ternyata 9 Selebriti Ini Alami Gangguan Kesehatan Mental hingga Harus Berobat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News