Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
Di dalamnya ada 11 klaster terdiri dari Penyederhanaan Perizinan Berusaha, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.
Baca Juga: Ekonom menilai Omnibus Law belum terlalu berdampak di tahun ini
Kemudian, RUU Omnibus Law Perpajakan terdiri dari 6 Undang-Undang antara lain UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), UU Kepabeanan, dan UU Cukai.
Sementara ada 6 pokok muatan antara lain peningkatan pendanaan investasi, sistem territorial untuk penghasilan tertentu di luar negeri, penentuan subjek pajak orang pribadi, menciptakan iklim keadilan berusaha dalam negeri, penguatan fasilitas perpajakan, dan mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela.
Selanjutnya, RUU Omnibus Law Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, secara substansi belum dipaparkan resmi oleh pemerintah. Namun berdasarkan riset dan investigasi Kontan.co.id akan ada empat poin penting di dalamnya.
Baca Juga: Sejumlah pihak khawatir omnibus law akan kehilangan momentum
Pertama, memperluas tugas dan fungsi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bukan hanya fokus pada bank berdampak sistemik tapi juga untuk industri non bank. Kedua, membentuk penjaminan bagi pemegang polis asuransi.
Ketiga, membuat aturan tentang industri teknologi financial (tekfin) dalam bentuk UU dan tidak lagi hanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keempat, memperkuat aturan otoritas keuangan seperti Bank Indonesia (BI), OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News