Reporter: Siti Masitoh | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah kembali melebarkan target defisit fiskal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Langkah ini dilakukan anggaran belanja jumbo yang ditetapkan pada tahun depan.
Defisit RAPBN 2025 ditetapkan pada kisaran 2,45% hingga 2,82% dari produk domestik bruto (PDB), alias lebih tinggi dari defisit dalam APBN 2024 yakni sebesar 2,29% dari PDB. Sementara itu, porsi belanja tahun depan sebesar 14,59% - 15,18% dari PDB, atau naik dari tahun ini sebesar 14,56% dari PDB.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede berpendapat, sebenarnya meningkatnya anggaran belanja pemerintah akan berdampak positif mendorong kinerja pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Mei 2024 Diperkirakan Menyusut Jadi US$ 2,13 Miliar
Menurutnya, meningkatkan belanja pemerintah cenderung positif, karena dapat menstimulasi perekonomian terutama di tengah kondisi ekonomi mengalami stagnasi atau terbatasnya sumber pertumbuhan.
“Namun disatu sisi, peningkatan belanja pemerintah di saat kondisi penerimaan negara masih belum optimal, pada akhirnya akan mendorong pelebaran defisit fiskal berimplikasi pada peningkatan penarikan utang yang pada akhirnya akan mendorong beban bunga utang,” tutur Josua kepada Kontan, Selasa (18/7).
Maka dari itu, dalam merancang anggaran belanja, pemerintah disarankan untuk meningkatkan efisiensi belanja. Josua menyebut, alokasi anggaran harus disalurkan dengan tepat sasaran, terutama untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Baca Juga: Belanja Negara Terbatas, Rencana Penambahan Kementerian Dinilai Tidak Bijak
Sebab, dengan anggaran yang tepat sasaran bisa memberikan dampak positif jangka panjang tanpa harus menaikkan defisit secara signifikan, serta tetap optimal mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa menimbulkan risiko fiskal yang berlebihan.
“Misalnya, menjaga defisit fiskal dalam kisaran 2 hingga 3% dari PDB,” ungkapnya.
Tak kalah penting, dari sisi penerimaan negara, reformasi perpajakan juga harus ditingkatkan dengan mendorong kepatuhan pajak tanpa membebani satu segmen masyarakat secara tidak proporsional.
Menurutnya meningkatjan kepatuhan pajak bisa dilakukan dengan memperluas basis pajak dengan memastikan kepatuhan yang lebih baik dari sektor informal atau digital.
“Selain itu, upaya optimalisasi penerimaan negara juga dapat mendorong peningkatan PNBP seperti, royalti dari sumber daya alam, atau penerimaan negara bukan pajak lainnya,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News