Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Dua dari lima anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yakni anggota hakim 3 Slamet Subagyo dan anggota hakim 4 Joko Subagyo menyatakan dissenting opinion atau beda pendapat terkait putusan vonis terhadap Anas Urbaningrum.
Pada intinya, kedua hakim anggota itu tak sepakat dengan kewenangan dan sangkaan Jaksa KPK dalam menuntut Anas dengan Pasal Pencucian Uang.
Hakim anggota Slamet Subagyo dalam penjelasannya mengatakan, harus ada bukti untuk mengatakan terjadi pencucian uang. Hal itu sebagaimana mengutip salah seorang pakar yang pernah dihadirkan dalam persidangan Anas.
"Tidak ada kewewenangan penuntutan TPPU KPK terhadap Anas Urbaningrum dalam dakwaan kedua dan ketiga," kata Slamet Subagyo membacakan dissenting opinionnya dalam sidang vonis Anas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/9).
Hakim Slamet mengibaratkan, seorang dikatakan melakukan pencucian uang Rp 5 ribu. Kalau benar, maka harus ada bukti itu pencucian uang Rp 5 ribu.
Hal tak jauh berbeda juga diungkapkan Hakim anggota 4 Joko Subagyo. Joko juga menilai KPK tidak punya kewenangan menuntut TPPU.
"Di dalam UU KPK hanya tertuang KPK berwenang lidik, sidik, dan tut tipikor maka dalam menuntut TPPU harus satu berkas adalah analogi yang tidak beralasan. Bila itu dimasukan, maka akan muncul menghalalkan segala cara," kata hakim Joko.
Meski terjadi perbedaan pendapat, pada akhirnya majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis delapan tahun penjara. Anas juga dihukum membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya yang diperoleh dari tindak pidana korupsi sebesar Rp 57.590.330.580 dan US$ 5.261.070.
Majelis hakim juga memutuskan untuk menolak pencabutan hak politik Anas. Pencabutan hak politik itu sebelumnya diminta Jaksa KPK kepada majelis hakim dalam tuntutan terdakwa Anas.
"Pencabutan hak politik tidak dikabulkan," kata Ketua Majelis Hakim Haswandi. (Edwin Firdaus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News