Reporter: Petrus Dabu |
JAKARTA. Anggota Komisi XI DPR RI, Kemal Azis Stamboel mengapresiasi rencana program pensiun dini Pegawai Negeri Sipil (PNS) terutama di lingkungan Kementerian Keuangan. Menurutnya, jika didasarkan pada evaluasi performance base, ada harapan untuk meningkatkan produktivitas birokrasi.
“Diharapkan kebijakan ini ke depan bisa diperluas untuk menata sistem dan manajemen PNS secara keseluruhan agar lebih produktif,” ujarnya dalam saran pers kepada wartawan, Minggu (26/6).
Menurutnya, memang mesti ada perampingan birokrasi karena jumlah PNS di seluruh Indonesia sudah mencapai 4,7 juta. Ini menyebabkan alokasi belanja pegawai yang terus membengkak, belum ditambah dengan beban keuangan lanjutan seperti untuk pensiun, tunjangan hari tua dan lain-lain.
“Dengan proses reformasi birokrasi yang memiliki konsekuensi peningkatan remunerasi memang harus ada upaya yang serius untuk meningkatkan produktivitas PNS. Kalau tidak, maka rakyat secara keseluruhan sebagai pembayar pajak akan sangat kecewa melihat kesenjangan remunerasi yang diterima dengan produktivitas yang diberikan”, jelasnya.
Dalam APBN 2011, kata Kemal pos belanja pegawai Rp180,6 triliun atau sekitar 14,7% dari APBN 2011. Pada saat yang sama, alokasi anggaran yang ditetapkan untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas infrastruktur hanya Rp 67,4 triliun.
Sayangnya menurut politisi PKS ini, anggaran yang besar tersebut tidak diimbangi dengan produktivitas PNS. "Rendahnya produktivitas kerja terlihat dari aktivitas pegawai yang begitu santai di hampir semua instansi pemerintah sehingga membuat sistem rantai birokrasi menjadi terlalu panjang dan memicu ekonomi biaya tinggi,” ujarnya.
Pemerintah kata dia harus hati-hati dengan jumlah PNS yang terus meningkat karena pemekaran-pemekaran wilayah dan juga adanya kewajiban mem-PNS-kan pegawai honorer. Konsekuensinya bukan hanya gaji, tapi juga beban pensiun, tunjangan, fasilitas dan seterusnya. Sehingga alokasi belanja pembangunan daerah akan semakin terbatas.
“Saya kira akan bagus kalau ada rencana capping belanja pegawai yang akan mengacu pada perbandingan jumlah PNS daerah dengan jumlah penduduk di masing-masing daerah. Juga membuat batas minimal belanja modal dengan mempertimbangkan total anggaran belanja daerah. Sehingga alokasi belanja untuk infrastruktur dan pembangunan bagi masyarakat bisa memadai”, pungkasnya.
Anggota Komisi XI lainnya Laurens Bahang Dama mengatakan di sejumlah daerah belanja rutin pegawai justru lebih banyak dari pada belanja pembangunan. "Di NTT misalnya, ada kabupaten yang belanja modalnya hanya 20 %, sedangkan belanja pegawai dan barang 80%,"ujarnya.
Menurutnya, inilah yang menyebabkan mandeknya pembangunan di daerah."Mestinya porsi anggaran pembangunan lebih banyak,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News