Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Komisi XI DPR meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyiapkan sejumlah aturan tentang protokol menghadapi krisis keuangan. Termasuk, pembenahan sektor terkait keuangan di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh politisi Partai Golkar, Mukhammad Misbakhun, Senin (24/11).
Dijelaskan, adanya permasalahan bailout Bank Century lantaran tak jelasnya protokol krisis saat itu. Karenanya, ke depan, harapnya, OJK menyusunnya, beserta aturan-aturan lainnya.
"Kami meminta, ketua komisioner OJK berani mengajukan sebuah usulan mengenai Undang-Undang JPSK. Mari kita susun mumpung masih di awal kerja. Undang-undang JPSK ini akan menjadi pintu masuk kita. Mari kita bahas bersama," katanya.
"Kami di DPR akan melihat keberanian OJK, men-challenge semuanya dan kita melihat protokol krisisnya seperti apa. Bangsa ini harus punya keberanian dan protokol yang memadai," ujanya lagi.
Termasuk di dalam itu, sambung Misbakhun lagi, OJK juga harus menyiapkan draf UU Pokok Perbankan yang baru. UU yang ada saat ini, Misbakhun memastikan, sudah tidak memadai, terlalu liberal.
Dan UU Pokok Perbankan, tambahnya, harus dikembalikan ke semangat Ekonomi Konstitusional. "Liberalisasi harus kita tahan dengan menguatkan kepentingan Nasional, itu yang harus menjadi pilihan kita ke depan," ujarnya.
Selain itu, terkait protokol, untuk usaha asuransi dan bur saham, Komisi XI DPR meminta kepada OJK menyiapkan UU Pasar Modal yang lebih memadai. Yang lebih modern, lebih regulatif, namun bisa mengakomodasi kepentingan nasional.
Misbakhun juga berharap para pejabat OJK menahan diri dari pernyataan yang mewacanakan penggabungan pasar modal di ASEAN. "Protokol tentang itu belum ada. Belum ada aturan kita mengatur soal itu, saya minta wacana itu ditahan. Kalau terburu-buru digabungkan, bisa jadi, tidak dalam koridor yang diinginkan bersama," jelasnya.
Sementara terkait protokol bursa, Misbakhun juga meminta OJK memberi perhatian, mencegah insider trading yang luar biasa prakteknya di Indonesia.
"Itu misalnya terjadi di penjualan Krakatau Steel dan Garuda. Saya minta soal insider tranding diatur kuat. Misalnya, kalau emitennya itu adalah BUMN, maka underwriter-nya tidak boleh BUMN. Contohnya Garuda, underwriternya BUMN, negara rugi dua kali," bebernya. ((Rachmat Hidayat))
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News