kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.398.000   2.000   0,08%
  • USD/IDR 16.726   -19,00   -0,11%
  • IDX 8.370   -1,56   -0,02%
  • KOMPAS100 1.159   1,71   0,15%
  • LQ45 844   2,78   0,33%
  • ISSI 293   0,51   0,17%
  • IDX30 443   1,88   0,43%
  • IDXHIDIV20 509   1,38   0,27%
  • IDX80 131   0,22   0,17%
  • IDXV30 136   -1,02   -0,74%
  • IDXQ30 140   0,57   0,41%

Ditjen Pajak Manfaatkan AI untuk Kejar Setoran, Akankah Efektif?


Jumat, 14 November 2025 / 18:48 WIB
Ditjen Pajak Manfaatkan AI untuk Kejar Setoran, Akankah Efektif?
ILUSTRASI. Warga mengakses laman Simulator Terpadu SPT Tahunan PPh untuk mencari informasi penggunaan Coretax di Kota Cimahi, Jawa Barat, Selasa (21/10/2025). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus melakukan berbagai upaya untuk mengejar target penerimaan pajak di tahun ini.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus melakukan berbagai upaya untuk mengejar target penerimaan pajak di tahun ini. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI).

Terbaru, DJP mengungkapkan bahwa ada potensi pajak tersembunyi senilai Rp 20 triliun dari sektor Crude Palm Oil (CPO) di Sumatra Utara yang belum tergali secara optimal.

Temuan ini berasal dari hasil uji coba sistem deteksi kepatuhan berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan oleh  Pemeriksa Pajak Madya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Karawang, Joko Ismuhadi, Kamis (13/11/2025).

Baca Juga: Ditjen Pajak Akan Evaluasi Skema Tarif Efektif Rata-Rata PPh 21 Akhir Tahun Ini

Ia menjelaskan bahwa temuan tersebut dihasilkan melalui sistem bernama Artificial Intelligence Compliance Ecosystem (AICEco), yaitu alat berbasis AI yang dirancang untuk mendeteksi anomali dalam laporan keuangan wajib pajak.

ICO memanfaatkan dua formula analitis, yakni mathematical accounting equation dan tax accounting equation, guna menghubungkan data akuntansi dan perpajakan untuk memetakan risiko secara otomatis.

Joko mengungkapkan bahwa hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan di sektor sawit memiliki profil risiko pajak yang tinggi. 

Dari 298 perusahaan CPO yang dianalisis, sekitar 71% masuk kategori very high risk atau berisiko sangat tinggi terhadap ketidakpatuhan pajak.

"Kemarin saja uji coba dikasih data 298 data, 71 koma sekian persen masuk kategori very high risk untuk industri CPO di Sumatra Utara dengan potensi pemajakan Rp 20 triliun," kata Joko dalam acara Pusdiklat Pajak, Kamis (13/11).

Baca Juga: Ditjen Pajak Merilis 185.000 Surat Permintaan Penjelasan Data untuk Wajib Pajak

Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa penerimaan pajak pada tahun ini akan tetap shortfall meskipun akan mengejar pajak dari pengemplang CPO.

Menurutnya, AI hanya tools yang digunakan untuk mencari celah dan potensi yang selama ini tak tergali.

"Mereka bayar pajak atau tidak itu dikembalikan lagi ke DJP, apakah mampu untuk membuat mereka bayar pajak. AI tidak membuat orang bayar pajak," katanya.

Kendati begitu, Huda mengusulkan agar pemanfaatan AI tidak hanya difokuskan kepada sektor sawit, melainkan sektor pertambangan.

Hal ini dikarenakan setoran pajak dari sektor tambang dinilai masih minim dan tingkat kepatuhannya masih rendah.

Baca Juga: Siap-Siap! Pedagang Eceran Bakal Jadi Incaran Ditjen Pajak pada 2026

"Masih banyak tambang ilegal, atau bahkan berlindung karena bahan baku maka lolos dari penerapan pajak. Saya rasa sektor pertambangan merupakan sektor potensial untuk menambal pajak," imbuh Huda.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono mengatakan bahwa teknologi AI di perpajakan tidak hanya digunakan untuk mengejar pajak di shadow economy.

Pasalnya semua sektor bisnis juga sudah tersentuh teknologi AI yang diterapkan oleh DJP.

"Jika dilihat dari revenue gap yang signifikan di jelang akhir 2025 ini, penerapan teknologi diharapkan akan banyak membantu untuk memperkecil shortfall pajak," kata Prianto.

Menurutnya, sektor bisnis yang dikelola oleh satu kelompok usaha juga menjadi salah satu fokus utama untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Baca Juga: Ditjen Pajak Siapkan Skema Cooperative Compliance untuk Perusahaan Besar Mulai 2026

"BUMN-BUMN yang mencatat laba moncer juga akan diminta untuk tambah setoran pajak di akhir tahun," pungkasnya.


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×