kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.035.000   26.000   1,29%
  • USD/IDR 16.445   1,00   0,01%
  • IDX 7.886   84,28   1,08%
  • KOMPAS100 1.105   15,66   1,44%
  • LQ45 799   5,45   0,69%
  • ISSI 270   3,79   1,42%
  • IDX30 414   3,13   0,76%
  • IDXHIDIV20 481   3,65   0,76%
  • IDX80 121   0,81   0,67%
  • IDXV30 133   1,45   1,10%
  • IDXQ30 134   1,23   0,93%

Desakan Pajak Kekayaan Menguat, Diyakini Bisa Memperkecil Ketimpangan


Rabu, 03 September 2025 / 17:57 WIB
Desakan Pajak Kekayaan Menguat, Diyakini Bisa Memperkecil Ketimpangan
ILUSTRASI. Ilustrasi pajak, tax Amnesty, tax ratio. KONTAN/Panji Indra


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penerapan pajak kekayaan (wealth tax) dinilai mendesak untuk segara dilakukan guna meredam kericuhan yang terjadi sekaligus mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial yang kian melebar.

Manajer Riset dan Pengetahuan The Prakarsa, Roby Rushandie menekankan pentingnya penerapan pajak kekayaan bagi kelompok superkaya sebagai bentuk redistribusi. Ia menilai, kondisi saat ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi fiskal yang lebih berkeadilan, termasuk dengan memberlakukan pajak bagi kelompok superkaya.

"Pajak kekayaan memiliki fungsi untuk memperkecil ketimpangan," ujar Roby kepada Kontan.co.id, Rabu (3/9/2025).

Namun demikian, menurutnya perkembangan implementasi pajak kekayaan di Indonesia masih berjalan lambat. Salah satu kendala utama adalah perlunya kolaborasi global, mengingat isu ini tengah dibahas dalam kerangka United Nations Tax Convention (UN Tax Convention) dan masih dalam proses negosiasi.

"Kerangka UN Tax convention ini yang perlu didorong karena memiliki kerangka sistem pajak global yang berkeadilan termasuk pajak kekayaan," katanya.

Baca Juga: Momentum Mendesak, Pajak Kekayaan Dinilai Solusi Redam Ketimpangan Ekonomi

Ia mendorong pemerintah untuk lebih aktif dalam mendorong kerangka UN Tax Convention dan juga mulai merancang desain fiskal untuk kebijakan pajak kekayaan.

"Meskipun sampai saat ini pemerintah sudah ada upaya mendata siapa-siapa yang menjadi target pajak ini," katanya.

Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti mendorong pemerintah menerapkan pajak kekayaan kepada kelompok super kaya sebagai bentuk redistribusi dan penurunan ketimpangan sosial ekonomi.

"Subsidi silang yang kaya bayar pajak lebih mahal untuk memperbanyak fasilitas publik untuk yang tidak mampu," kata Esther dalam diskusi INDEF, Senin (1/9/2025).

Ia juga mengusulkan moratorium kebijakan yang menambah beban pajak masyarakat, termasuk PPN dan PBB di tengah kondisi daya beli yang melemah, khususnya di kalangan menengah-bawah.

Mengutip laporan The Prakarsa dengan judul: Agenda Reformasi Pajak, simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pajak kekayaan bisa dikenakan kepada individu dengan harta bersih lebih dari US$ 10 juta atau sekitar Rp 155 miliar. Tarif yang diusulkan bersifat progresif, yakni di kisaran 1–2%.

Objek pajak mencakup beragam bentuk aset, antara lain tabungan, giro, saham, deposito, logam mulia, warisan, donasi, hibah, hingga keuntungan modal (capital gains).

Berdasarkan perhitungan, sekitar 4.600 orang Indonesia diperkirakan memiliki kekayaan di atas US$ 10 juta.

Dengan basis tersebut, potensi penerimaan pajak kekayaan diperkirakan bisa mencapai Rp 54 triliun hingga Rp 155,3 triliun hanya dari sekali pengenaan.

Baca Juga: Kemenkeu Buka Peluang Terapkan Pajak Kekayaan untuk Para Orang Super Kaya Indonesia

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku membuka peluang penerapan pajak kekayaan (wealth tax). Hanya saja, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan bahwa langkah tersebut membutuhkan proses panjang dan kajian yang menyeluruh.

"Saya akan bilang bahwa kita punya arah (penerapan pajak kekayaan) pastinya. Namun tentunya pengenalan sebuah jenis pajak yang baru ini tentu tidak sederhana," ujar Yon dalam acara diskusi di Hotel Ashley Wahid Hasyim Jakarta, Selasa (27/5).

Ia menegaskan bahwa pengenalan jenis pajak baru bukanlah perkara sederhana dan membutuhkan proses yang panjang.

"Misalnya hari ini kita ingin kenakan pajak, terus besok kemudian kita terbitkan sebuah aturan baru ya. Tentu nggak begitu modelnya," jelasnya.

Ia menekankan pentingnya proses tahapan, mulai dari riset, konsultasi publik, hingga pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pasalnya, jika pajak kekayaan (wealth tax) dikategorikan sebagai jenis pajak baru, maka regulasinya harus diatur dalam Undang-Undang (UU).

Meski diskusi pajak kekayaan juga muncul dalam forum internasional, menurutnya pemerintah tetap mengedepankan kehati-hatian. Yon menekankan perlunya kajian cost-benefit ananlysis serta evaluasi menyeluruh terhadap beban pajak yang telah ada.

Selanjutnya: Dorong Efesiensi Biaya, Laba Berrsih Samindo Resources Naik 57% di Semester I-2025

Menarik Dibaca: Total 64 Masinis KAI Kendalikan Seluruh Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
BOOST YOUR DIGITAL STRATEGY: Maksimalkan AI & Google Ads untuk Bisnis Anda! Business Contract Drafting

[X]
×