Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Ada yang mengejutkan dalam laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO). Kemarin (11/6), organisasi ini merilis data pekerja anak dunia, termasuk juga pekerja anak di Indonesia. Laporan ILO mencatat, ada lebih dari 1,5 juta anak yang masih berusia 10-17 tahun bekerja di pertanian dan perkebunan di Indonesia.
Sebagian besar mereka tersebar di Sumatra Utara (155.196 anak), Jawa Tengah (204.406 anak), dan Jawa Timur (224.075 anak). Ironisnya, dari jumlah itu, 60%-70% di antaranya adalah perempuan.
Direktur ILO Indonesia, Alan Boulton menyatakan, pekerjaan di sektor pertanian mengandung beberapa bahaya kerja bagi anak-anak. Misalnya, temperatur yang ekstrem, penggunaan pestisida, dan debu organik. Pekerjaan di sektor ini juga seringkali membutuhkan jam kerja yang panjang dan penggunaan mesin-mesin yang berbahaya.
ILO sendiri memprediksi, saat ini terdapat lebih dari 100 juta pekerja anak di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 53 juta di antaranya merupakan anak perempuan. Celakanya, dari seluruh anak perempuan yang bekerja tersebut, sekitar 37,7% di antaranya merupakan anak berusia kurang dari 12 tahun.
Menurut Boulton, krisis finansial yang menghantam sejumlah negara sejak 2008 lalu telah membuat kemiskinan di dunia meningkat. Akibatnya, keluarga miskin harus memilih siapa yang disekolahkan.
Nah, anak laki-laki umumnya punya prioritas lebih tinggi, sehingga anak perempuan rentan putus sekolah dan memasuki dunia kerja di usia dini. Selain itu, orang tua juga banyak yang mengerahkan anak-anaknya untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup.
Celakanya, pada saat yang bersamaan, banyak pengusaha lebih melirik para pekerja anak. Sebab, mereka bisa memberikan upah yang jauh lebih rendah sehingga dapat mereguk untung dari penghematan biaya produksi. Apalagi, "Pekerja anak juga mudah didapat, karena jumlahnya banyak," kata Boulton.
Kepala Penasihat Teknis Program Pendidikan dan pelatihan ILO, Patrick Daru menambahkan, akibat krisis global, anak-anak perempuan juga semakin tertinggal dalam dunia pendidikan dibanding anak laki-laki.
Laporan ILO itu juga menyebutkan, hampir dua pertiga dari populasi buta huruf di dunia adalah perempuan. Yang lebih tragis lagi, anak perempuan khususnya di pedesaan, justru menghadapi berbagai hambatan dalam pengembangan diri lantaran minimnya tempat pelatihan keterampilan.
Pada 2006 lalu, ILO pernah merilis laporan soal tren penurunan jumlah pekerja anak. Kala itu, ILO bilang, penurunan ini terjadi karena kemauan politik negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News