Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. KPK memanggil Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) periode tahun 2017-2021, M. Fanshurullah Asa. Ia dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi jual beli (niaga) gas antara PT PGN dan PT IAE yang merugikan keuangan negara Rp 252 miliar
Pria yang kerap disapa Ifan ini mengapresiasi KPK dalam menindaklanjuti surat pemberitahuan terjadinya praktik niaga gas bertingkat yang pernah dikirimkannya kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi seiring temuan BPH Migas atas hasil pengawasan kegiatan usaha IAE di akhir tahun 2020.
"Saya datang hari ini akan menguatkan, dokumen semua saya bawa, akan saya sampaikan terbuka (ke penyidik)," ujar Ifan di Gedung KPK, Kamis (22/5).
Baca Juga: KPK Tahan Dua Mantan Petinggi terkait Kasus Jual Beli Gas, PGN Hormati Proses Hukum
Ifan menambahkan, permainan niaga gas ada kaitannya dengan alokasi gas. Akibat niaga gas yang bermasalah membuat harga gas menjadi mahal. Jika harga gas mahal, berpotensi berdampak pada masuknya investasi ke Indonesia.
"Padahal gas itu faktor produksi, bukan hanya faktor komoditi," imbuhnya.
Ifan menjelaskan dalam peraturan menteri ESDM nomor 6 tahun 2016 tentang alokasi gas, ada transisi dibolehkannya praktek niaga gas bertingkat sampai tahun 2018.
Baca Juga: KPK Periksa Mantan Bos Pertamina Terkait Masalah Jual Beli Gas PGN
Sebab itu, ia meminta KPK menyelidiki bukan hanya dua badan usaha yang telah disebut. Melainkan juga puluhan badan usaha niaga hilir migas lainnya yang memperoleh alokasi gas dari Kementerian ESDM. Patut ditelusuri apakah praktik niaga gas bertingkat juga terjadi setelah tahun 2018 oleh badan usaha lain yang belum terungkap.
"Jadi kalo ada kejadian permainan niaga gas di atas tahun 2018 perlu dipertanyakan kenapa masih ada bertingkat," kata Ifan.
Seperti diketahui, dalam kasus ini KPK telah menetapkan dua orang tersangka yaitu mantan Direktur PT PGN Tbk, Danny Praditya dan mantan Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim.
Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan sebesar US$ 15 juta atau setara Rp 252,2 miliar. Adapun kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya: Panduan Keuangan Cerdas untuk First Jobber di Tahun 2025
Menarik Dibaca: Panduan Keuangan Cerdas untuk First Jobber di Tahun 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News