Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Hingga Agustus 2025, data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga masih tak menggairahkan.
Dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi September 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa penerimaan pajak masih mengalami kontraksi.
Tercatat, penerimaan pajak hingga Agustus 2025 baru mencapai Rp 1.135,4 triliun atau setara 54,7% dari target. Realisasi ini mengalami penurunan 5,1% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Sementara berdasarkan pajak neto per bulan, penerimaan pajak Agustus 2025 juga mengalami penurunan 3,8% menjadi Rp 145,4 triliun.
Baca Juga: Realisasi Anggaran MBG Capai Rp13 Triliun, Baru Terserap 18,3% dari Pagu APBN 2025
Loyonya penerimaan pajak ini membuat defisit APBN melebar menjadi Rp 321,6 triliun atau setara 1,35% Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan jenis pajaknya, penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan dan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN dan PPnBM) masih melanjutkan penurunan seperti bulan sebelumnya.
Tercatat, penerimaan PPh Badan hanya terkumpul Rp 194,20 triliun atau turun 8,7%. Sementara itu, PPN dan PPnBM tercatat sebesar Rp 416,49 triliun atau turun 11,5%.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih berada dalam situasi perfect storm yang tercermin dari tekanan pada penerimaan pajak.
Menurutnya, kontraksi penerimaan PPN mengindikasikan melambatnya konsumsi masyarakat, sementara penurunan penerimaan PPh Badan menunjukkan pelemahan laba perusahaan, khususnya di sektor manufaktur.
"Jelas paparan Purbaya mengindikasikan adanya tantangan ekonomi yang serius sehingga dibutuhkan fiskal yang ekspansif tahun 2026," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (22/9).
Bhima menekankan, arah fiskal ekspansif harus memiliki skala prioritas yang jelas. Pemerintah perlu memfokuskan belanja untuk menjawab kebutuhan industri padat karya, UMKM, serta konsumen kelompok menengah ke bawah yang paling terdampak perlambatan ekonomi.
Ia juga mendesak Menteri Keuangan Purbaya untuk lebih berani melakukan pergeseran anggaran dari program prioritas yang serapannya rendah maupun memiliki risiko tinggi.
Bhima mencontohkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang realisasinya belum optimal serta alokasi pada Koperasi Desa Merah Putih yang berisiko besar.
"Di sini peran Purbaya diuji, fiskal ekspansif tidak sekedar belanja makin besar dan defisit melebar namun berkaitan dengan kualitas pemulihan motor ekonomi," pungkasnya.
Baca Juga: Realisasi Belanja Pusat Baru Terserap 51,4% pada Agustus 2025
Selanjutnya: Kemenperin Pacu Ekosistem Industri Halal, Gandeng Dyandra Gelar Halal Indo 2025
Menarik Dibaca: 6 Manfaat Yoga untuk Wanita, Atasi Stres hingga Nyeri Haid
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News