kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Dampak Tarif Trump Minim Terhadap Inflasi Domestik, Pemerintah Diminta Tetap Waspada


Kamis, 17 April 2025 / 06:28 WIB
Dampak Tarif Trump Minim Terhadap Inflasi Domestik, Pemerintah Diminta Tetap Waspada
ILUSTRASI. Pelanggan berbelanja di salah satu supermarket Jakarta, Jumat (7/3/2025). Pengenaan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS) 32% terhadap produk Indonesia dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi domestik.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengenaan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS) sebesar 32% terhadap produk asal Indonesia dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi domestik. 

Meski demikian, pemerintah diimbau untuk tetap mewaspadai dampak lanjutan dari kebijakan tersebut terhadap perekonomian nasional.

Ekonom Segara Institute, Piter Abdullah, menyambut positif langkah pemerintah Indonesia yang memilih tidak melakukan pembalasan tarif dan menempuh jalur diplomasi. 

Menurutnya, kebijakan tarif dari AS tidak akan langsung memengaruhi inflasi dalam negeri. "Yang berpotensi mengalami kenaikan inflasi justru Amerika Serikat," ujar Piter, Rabu (16/4).

Baca Juga: Hitungan BI, Dampak PPN 12% Minim Ke Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump dapat memicu perang dagang global yang berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi dunia. 

Dalam kondisi demikian, ekspor Indonesia ke AS maupun ke negara lain bisa terdampak, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Jika pertumbuhan ekonomi melambat, Piter memperkirakan akan muncul risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan daya beli masyarakat yang lebih dalam. "Daya beli yang lemah akan berdampak pada inflasi yang rendah. Namun, saya kira deflasi sudah tidak terjadi lagi pada Maret dan April," jelasnya.

Senada, Kepala Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Rizal Taufikurahman, menilai bahwa risiko inflasi dapat meningkat jika Indonesia merespons kebijakan tarif Trump dengan langkah serupa. 

Baca Juga: Dampak Tarif Trump, Pebisnis AS Pusing Tujuh Keliling Atur Strategi Agar Bertahan

Risiko tersebut akan memburuk jika disertai depresiasi nilai tukar rupiah akibat meningkatnya ketidakpastian global dan arus modal keluar menuju aset dolar AS.

Menurut Rizal, stabilitas inflasi hanya bisa dijaga apabila terdapat sinergi kebijakan yang tepat antara otoritas fiskal dan moneter. 

Bank Indonesia (BI), lanjutnya, perlu mengoptimalkan instrumen stabilisasi nilai tukar dan menjaga ekspektasi inflasi, meskipun kebijakan pengetatan moneter berpotensi menekan konsumsi.

Dalam skenario moderat, Rizal memproyeksikan inflasi pada 2025 dapat mencapai 3,5% hingga 5,0%, lebih tinggi dari target awal pemerintah sebesar 2,8%. Ia memperingatkan, tanpa intervensi kebijakan yang tepat, kondisi ini dapat menimbulkan risiko stagflasi ringan. 

Baca Juga: Hitungan BI, Dampak PPN 12% Minim Ke Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

"Diperlukan bauran kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus mengendalikan tekanan harga, agar pemulihan ekonomi tidak terhambat," tegasnya.

Selanjutnya: Semen Indonesia (SMGR) Rencanakan Buyback Saham, Segini Dana yang Dianggarkan

Menarik Dibaca: 8 Ide Desain Rumah yang Ramah untuk Hewan Peliharaan, Fungsional dan Stylish

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×