Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka KTT ke-26 ASEAN-Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Dalam pembukaannya, Presiden Jokowi menyampaikan, RRT adalah satu dari 4 mitra dialog ASEAN yang memiliki status mitra strategis komprehensif. Tahun ini adalah 20 tahun aksesi RRT terhadap treaty of amity and cooperation (TAC).
Jokowi menyebut, ASEAN-RRT perlu memaknai semua ini dengan merealisasikan kerja sama konkret yang saling menguntungkan. Hal tersebut hanya bisa dilakukan jika memiliki trust satu sama lain yang tentu saja harus dibangun dan dipelihara oleh semua pihak.
"Trust dan kerja sama konkret inilah yang dapat menjadi upaya positif bagi stabilitas dan perdamaian kawasan. Dan dengan ini saya nyatakan KTT ke-26 ASEAN dan RRT dibuka," ujar Jokowi di Jakarta Convention Center, Rabu (6/9).
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) China Li Qiang dalam pidato pembukaannya menyampaikan, Presiden Xi Jinping ingin membangun hubungan komunitas ASEAN-Tiongkok yang lebih dekat di masa depan.
Baca Juga: ASEAN Dipuji Soal Pengentasan Kemiskinan
Apalagi, China merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia dan gross domestic product (GDP) ASEAN merupakan yang terbesar kelima di dunia.
Sebagai informasi, RRT adalah mitra dagang terbesar ASEAN. Begitu juga sebaliknya, ASEAN adalah mitra dagang terbesar RRT. Perdagangan keduanya mencapai US$ 975 miliar. RRT juga menjadi sumber investasi asing terbesar keempat bagi ASEAN dengan nilai US$ 13,8 miliar di tahun 2021.
Tahun ini hubungan keduanya menorehkan sejarah penting, yaitu penyelesaian Panduan untuk mempercepat perundingan negosiasi code of conduct (COC) di Laut Tiongkok Selatan yang efektif dan substantif, penyelesaian pembacaan kedua atas draf tunggal perundingan COC. Serta peringatan 20 tahun aksesi RRT atas Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC).
“Capaian ini harus terus membangun momentum positif untuk mempererat kemitraan yang memajukan paradigma inklusivitas dan keterbukaan, menghormati hukum internasional termasuk UNCLOS 1982, dan mendorong kebiasaan dialog dan kolaborasi," ujar Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News